Emha Menggoyang Jokowi sebagai Firaun

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Tragis benar kehidupan dan otoritas hak-hak rakyat terpenjara sistem yang buruk, yang tak bermodal kesalehan sosial, demokratis untuk tegaknya daulat rakyat, ber-‘good governance – melayani rakyat’ & berkeadilan, berubah seperti kehidupan di zaman Firaun.

Firaun penguasa yang bengis, kejam dan nekad mengaku sebagai Tuhan. Dari musabab tafsir mimpinya oleh para ahli nujum, dia perintahkan algojonya membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.

Sebab dalam mimpinya, Firaun melihat kobaran api yang datang menghampiri dari arah Baitul Maqdis. Api tersebut membakar kota Mesir dan melahap seluruh bagiannya.

Allah SWT, telah memberikan sinyal awal petaka untuk makhluk yang lemah, bodoh bersikap sombong, angkuh dan kejam terhadap sesama manusia, di kendalikan oleh para ahli nujum, seenaknya akan membunuh manusia.

Kisah Raja Firaun menyimpan banyak pelajaran bagi setiap orang. Firaun dikenal sebagai pemimpin zalim dengan kuasa yang sangat besar dan kuat. Dia menganggap dirinya adalah Tuhan yang wajib di hormati dan minta disembah seluruh rakyatnya.

Firaun tak segan memerangi Nabi Musa AS yang merupakan utusan Allah SWT. Skenario cantik dari Allah SWT, justru Musa menjadi anak angkatnya yang pada akhirnya akan memusnahkan Firaun

Asiyah istri Firaun dialah yang menemukan tubuh Nabi Musa AS yang dihanyutkan orang tuanya dalam keranjang. Asiyah menolak aturan membunuh anak laki laki tersebut dan memilih tetap merawat bayi yang ditemukannya.

Baca juga:  Gardu Banteng Marhaen: Resahkan Masyarakat, Polisi Harus Batalkan Acara Ganti Presiden 2019

Siapapun yang dikenal sebagai penguasa kejam berubah menjadi diktator mengabaikan bahkan menganggap sampah suara rakyat yang memiliki kekuasaan syah atas negara – wajar kena stigma sebagai penguasa berwatak Fir’aun.

Berani kritik beda pendapat dan membantah penguasa beresiko di kriminalisasi, tangkap dipenjara kalau perlu di bunuh.

Cak Nun (Emha Ainun Najib) dalam satu ceramahnya di Surabaya tanggal 9 Januari 2023 menyebut secara tegas Jokowi adalah sebagai Fir’aun, lalu Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebagai Hamman, dan Antony Salim serta 10 Naga disebut sebagai Qorun.

Firaun juga ditopang oleh pejabatnya yang congkak dan gemar menakuti rakyat (Haman). Ditopang para Qorun. Orang-orang yang gemar menumpuk harta dan kaum Balam, akibat korupsi yang sudah merambah di semua lini pejabat negara dari atas sampai bawah.

Sindiran Firaun terhadap Joko Widodo oleh Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, wajar wajar saja lantaran ciri-ciri Firaun dan para pengikut, serta para penopangnya terdapat pada rezim saat ini, tidak perlu ada yang tersinggung kalau P Jokowi merasa dalam kepemimpinannya telah berada di jalan yang benar.

Ciri-ciri Fir’aun menurut Al Quran adalah penguasa yang sombong dan congkak, melampaui batas, meremehkan rakyat, memecah dan mengadu domba rakyat dan tidak peduli dengan rakyatnya yang sebagian sedang hidup dalam kesulitan-kesulitan yang nyata.

Baca juga:  Makna Kunjungan Presiden Jokowi ke Cak Nun

Sebagaimana diketahui, Firaun itu selama ini dipahami sebagai penggambaran seorang raja lalim yang jahat. Lalu Hamman adalah sebagai penasehat utama Fir’aun dan sekaligus sebagai pelaksana proyek pembangunan menara yang digunakan Fir’aun. Sementara Qorun adalah orang kaya raya yang serakah.

Kekuasaan dan kekuatan Firaunis berusaha semaksimal mungkin untuk tetap langgeng, dan gemar menindas rakyat dengan kebijakan dan keputusannya. Sudah jelas ada batasan kekuasaan dua periode masih merekayasa untuk perpanjangan jabatan bahkan jangan jangan ingin kekuasaan seumur hidup.

Makanya dalam ajaran Jawa orang sombong, angkuh dan ingkar atas amanah kekuasaan untuk kebaikan justru mendatangkan kerusakan, akan : Kesandung ing Rata Kebentus ing Tawang : Tersandung di jalan yang yang rata dan terbentur udara kosong. Datangnya dari langit, ahirnya seperti Firaun akan dihancurkan oleh Nabi Musa AS, semua berada dalam kekuasaan dan skenari-Nya.

Prof. Din Syamsudin mengatakan: “Ketika manusia sudah tidak ada yg mau melakukan amar ma’ruf nahi mungkar maka alam akan bertindak”.

Sentilan dan goyangan Emha tidak lain adalah bentuk amar makruf nahi mungkar.

Dengan harapan yang kena semburannya segera menyadari dan kembali ke jalan yang benar jangan terus merusak dan membawa rakyat tsenantiasa dalam kesedihan, kesusahan dan negara terus meluncur kearah kehancurannya.