Ahli Waris Alm Abdullah Bin Doing Korban Penyerobotan Mafia Tanah, Desak Bareskrim Tuntaskan Kasus Ini

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai pihak yang bertanggung jawab terkait layanan pertanahan, berkomitmen untuk memberantas mafia tanah hingga ke akarnya. Salah satu langkah nyata yang dilakukan, yakni membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah, tim gabungan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang sudah selama setahun ini, nampaknya belum menyentuh permasalahan dugaan mafia tanah yang bekerja terstruktur, sistematis dan massif, yang kali ini memakan korban Para ahli waris dari (alm) Abdulah bin Doing pemilik lahan seluas 2 hektar (20.000 meter persegi) yang berlokasi di Jalan Raya Arjuna RT 002/003 Kel Kedoya Utara Kec. Kebon Jeruk, Kota Adm Jakarta Barat, dengan modus operandi melakukan perbuatan pemalsuan dokumen kepemilikan lahan, yang digunakan untuk menyerobot kepemilikan lahan tersebut.

“Kami ini mengelolah lahan milik kakek kami yang secara turun temurun, dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, untuk menjadi sumber kehidupan kami, dan sejak orang tua kami masih hidup hingga meninggal dunia, kami tidak pernah menjual atau menggadaikan lahan itu kepada siapapun, tapi tiba-tiba saja ada pihak yang mengklaim lahan itu menjadi miliknya, saat ada pembuatan pemagaran lahan milik kakek kami, sekitar tahun 2013 lalu, bersama saudara saya yang lain melawan mereka, tapi karena kami orang nggak punya kalah sama mereka,” ungkap Nisah Binti Gani (60) cucu dari Almarhum Abdullah Bin Doing, saat ditemui awak media di kediamannya, di Kawasan Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa, 10/1/2023.

Menurut Nisah, kakeknya yang bernama Abdullah Bin Doing yang terakhir berdomisili di Jl Amit RT 008/RW002 Kelurahan Kedoya Selatan Kec.Kebon Jeruk, Kota Adm Jakarta Barat dan kemudian meninggal dunia di tahun 2004, telah mewariskan lahan tersebut kepada pihak keluarganya, dan lahan itu merupakan satu-satunya sumber kehidupan keluarga yang dikelola turun temurun, namun tiba-tiba saja di Tahun 2005 terjadi pencopotan papan plang triplek bertuliskan Tanah Ini Milik Alm Abdullah Bin Doing yang terpasang di dua pohon rengas oleh Alm H Rohim, kemudian dipasang lagi oleh Alm H Rojali yang juga ahli waris, kejadian ini memicu terjadinya aksi pasang-copot sebanyak 30 kali hingga tahun 2008.

“Pokoknya sejak kejadian itu, kami sekeluarga nggak bisa tenang, dan bergantian menjaga lahan milik kakek kami itu, nah, anehnya, pada bulan Oktober 2013, siang bolong, kagak tau tuh, siapa mereka, tiba-tiba mendatangkan beko dan membuat pemagaran lahan itu, ya, kami tetap melawan, tapi tetap kalah, mereka dibantu aparat, kami bersama alm H Rojali dan saudara nyang laen, kalah, terusir dari lahan itu, ya, akhirnya berdirilah pagar itu sampai sekarang, akibatnya kamipun nggak bisa masuk ke lahan itu, dan tidak bisa lagi bercocok tanam untuk menghidupi keluarga kami,” ucap Nisah Binti Gani (60).

Sementara itu di tempat yang sama, H Sulardi, SH, MH kuasa hukum dari ahli waris, menjelaskan bahwa permasalahan ini mulai terkuak oleh adanya berawal dari jual-beli saham dan bidang tanah terdiri dari 24 akta jual beli di lokasi Kelurahan Kedoya Selatan, para pihak itu adalah Albert Kongoasa dan Susanti Haryanto selaku penjual dan kemudian Nany Lukman dan Linda Selaku Pembeli, dari 24 AJB itu, 18 AJB diantaranya digunakan alas hak mengajukan permohonan SHGB, dan ternyata dari 18 AJB dan 7 girik diajukan sebagai alas hak permohonan SHGB kepada Kantah Jakbar berdasarkan permohonan sdri Nany Lukman, ternyata yang bersangkutan tidak pernah mengisi formular permohonan namun terdapat tanda tangan di blangko kosong, tapi faktanya sertifikat HGB diterbikan, terbitnya SHGB No.114/Kedoya Selatanb a/n PT Supra Pramesti Sakti (milik Nany Lukman) dalam pengajuannya menggunakan alas girik palsu yang tidak tercatat pada buku letter C kelurahan Kedoya Selatan, demikian juga SHM no.1517 yang diturunkan haknya menjadi SHGB 3733 menggunakan alas hak No.C palsu tidak tercatat di kantor kelurahan Kedoya Selatan, serta juga menggunakan AJB yang diduga palsu, pasalnya tidak terjadi transaksi penjual dan pembeli.

Selain itu, lanjut H Sulardi, SH, MH, alamat pemohon, pemegang saham, Kantor PT SPS berdasarkan data AHU setelah dilakukan pengecekan ternyata fiktif, begitu pula alamat yang tertera di AJB setelah dilakukan pengecekan pada ketua RT, RW, Lurah,Camat & Dukcapil Jakarta Barat, Cianjur dan Tangerang semuanya fiktif, Jadi mereka itu diduga melakukan penyerobotan tanah milik Abdullah Bin Doing, dengan modus melakukan dugaan pemalsuan semua surat kepemilikan lahan, kami sudah melaporkan kasus ini tanggal 1 November 2021 lalu,

“Sempat pihak penyidik akan melakukan SP3 kasus ini, dengan alasan tidak memenuhi unsur yuridis, dan ini jelas kami tolak, karena kasus ini ranahnya adalah tindak pidana penyerobotan tanah, bukan soal pemalsuan dokumen, akibat penyerobotan itu, ahli waris kehilangan hak milik, hak ekonomis pemanfaatan lahan itu, jadi kami sangat berharap kepada aparat hukum, agar kasus penyerobotan tanah harus dituntaskan demi terpenuhinya rasa keadilan dan rasa kemanusiaan para ahli waris, menghilankan hak seseorang itu bukan hanya merupakan tindak pidana melainkan juga pelanggaran Hak Azasi Manusia dan jelas melanggar Pancasila, kalau mereka seorang Pancasilais, jangan menggunakan cara-cara kotor begitu, temui ahi waris saja, beli saja lahan itu dengan harga yang pantas donk, dan kami mohon satgas Anti Mafia Tanah juga mencermati masalah ini,” pungkas H Sulardi, SH, MH.