Mayjen (Purn) Tri Tamtomo: TNI Harus Gelar Operasi Tempur Terbatas! Hancurkan Kantong-kantong GPK Papua!

Jelang akhir tahun 2022, eskalasi serangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) di Papua kembali meningkat. Mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen (purn) Tri Tamtomo bersuara keras. Tri Tamtomo menegaskan bahwa konsep operasi di Papua harus diubah.

“Panglima TNI yang baru harus membuat konsep operasi yang mampu menyelesaikan GPK Papua. Operasi intelijen dan operasi teritorial untuk memisahkan ikan dengan air, agar rakyat tidak terbunuh. Gelar operasi pendukung, yakni operasi tempur terbatas di wilayah yang menjadi kantong-kantong GPK. Hancurkan! Apalagi ini sudah ada desakan dari DPR,” tegas Tri Tamtomo, Rabu (21/12/2022) dikutip dari itoday.co.id

Tri Tamtomo menegaskan, aksi GPK Papua tidak bisa dibiarkan, karena menyangkut kredibilitas bangsa dan kehormatan negara. “Ini pertaruhannya mahal! Jangan takut dibilang pelanggaran HAM. Ingat amanat Bung Karno. Ini negara kita, geostrategi yang kita pakai. Negara kita yang tanggungjawab kita,” sambung Tri Tamtomo.

Mantan anggota Komisi I DPR RI ini menyatakan bahwa yang terjadi di Papua adalah perlawanan bersenjata. Papua adalah bagian dari NKRI, di mana integrasi sudah selesai. Dalam hal ini, negara harus merujuk pada UUD 45, negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Menyitir Hukum Humaniter Internasional, menurut Tri Tamtomo, berdasarkan konvensi gabungan Konvensi Jeneva dan Den Haq, Protokol Tambahan 1977, KKB atau GPK termasuk kombatan.

“Kalau kombatan, itu tidak bisa dihadapi oleh alat kelengkapan biasa. Harus dihadapi dengan alat kelengkapan khusus. Siapa itu? TNI! Bolak-balik, penghadangan demi penghadangan, korban semakin banyak. TNI yang datang dengan segala atribut di Papua hanya kemudian duduk di pos, tidak boleh bergerak jauh ke depan, mencari dan menemukan tidak boleh. Tunggu ditembak baru bereaksi, ini konsep mana ini?” tanya Tri Tamtomo.

Dalam hal alat kelengkapan khusus, Tri Tamtomo mengingatkan, yang menjadi panglima komando operasi (pangkoops) adalah Pangdam setempat, dan Kapolda sebagai wapangkoops.

“Dalam hal ini harus legowo, apakah TNI dan Polri yang maju? BIN dengan Binda, Forkominda, juga harus memberikan kontribusi dalam rangka memberikan early warning,” beber Tri Tamtomo.

Secara khusus mantan sekretaris utama Lemhanas ini menegaskan bahwa TNI harus mengambil peran di Papua, mengingat penanganan GPK Papua bukan tugas operasi intelijen.

“Hari ini konsep operasi di Papua harus diubah. Semua harus legowo, tidak ada yang bisa diselesaikan dengan kesendirian tanpa kebersamaan. Kesuksesan G20 bisa menjadi contoh. TNI harus ambil peran. Ini bukan tugas operasi intelijen. Ini salah. Operasi intelijen itu operasi tertutup dan rahasia. Intelijen tidak kontak senjata. Dalam rangka mencari keterangan intelijen bergerak silent dalam kelompok kecil. Jangan mentang-mentang, saya intelijen, saya bisa bertempur. Ini salah makan obat!” tegas Tri Tamtomo.

Menurut Tri Tamtomo, GPK Papua semakin besar dan kuat karena melakukan operasi klandestein, operasi politik, dan operasi devide et impera. “GPK Papua sangat berbahaya. Aparat semakin terpojok, GPK semakin leluasa di dalam pergerakan tanpa bisa dideteksi. Tidak bisa mengandalkan teknologi drone. Drone hanya sebagai alat bantu, setelah ditemukan titik kumpul GPK, biar pasukan infanteri yang masuk ke dalam. Untuk mengakhiri ancaman GPK, konsep operasi harus diubah dengan melibatkan seluruh komponen bangsa di wilayah itu. Setelah final tidak ada kompromi,” pungkas Tri Tamtomo.

Wawancara lengkap dengan Mayjen (Purn) Tri Tamtomo klik di sini