Kajian Politik Merah: Waspada, Ada Dugaan Rezim Ini Merekayasa Permintaan Maaf untuk PKI

Ada dugaan Rezim ini merekayasa permintaan maaf kepada PKI yang dianggap sebagai korban pelanggaran HAM dengan mengeluarkan KEPPRES No. 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

“Saat ini Presiden Jokowi telah melahirkan KEPPRES No. 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.  Pemerintah mengaku diri ini sebagai langkah terobosan pemerintah mempercepat pemenuhan hak-hak korban dengan penyelesaian non-yudisial,” kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (22/9/2022).

Kata Sutoyo, apapun alasannya Kepres tersebut memuat misteri politik tersembunyi yang harus di waspadai sangat mungkin hanya dijadikan jalan pintas untuk seolah dianggap menuntaskan pelanggaran HAM berat bahkan ada agenda politik lain yang mendesak harus diambil

“Melacak rekam jejak digital tentang polah tingkah PKI selama ini bisa jadi Kepres No 17 tahun 2022 ini sebagai pintu masuk Pemerintah akan
minta maaf kepada PKI kemudian hak-hak Komunisme dipulihkan, dan PKI sebagai institusi dihidupkan/direhabilitasi dan negara harus memberikan ganti rugi kepada pihak-pihak yang merasa menjadi korban,” tegas Sutoyo.

Sutoyo mengatakan, asumsi dan dugaan KEPPRES No. 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu pasti akan ditolak Pemerintah dengan berbagai  alasan bahkan bisa jadi langsung diterjang itu angan-angan hoaks belaka.

“Masyarakat saat ini tidak boleh menelan mentah-mentah apapun ucapan dan  kebijakan Presiden yang sangat sering dalam hitungan hari sudah berubah dan membahayakan negara, karena dugaan kuat Presiden dalam kendali kekuatan lain yang sangat besar, sehingga ruang gerak PKI telah menemukan momentumnya,” jelasnya.

Ia meminta masyarakat harus waspada tinggi menjaga agar tragedi dan ambisi neo-PKI itu berkuasa kembali, meski pun saat ini mereka secara “soft defacto” berkuasa.

“Terbitnya Keppres 17 / 2022 ini, bisa jadi sebagai sinyal bahwa bahaya laten PKI sudah semakin nyata, kuat masuk di semua lini pemerintahan. Diduga kuat ada agenda tersembunyi dari maksud Keppres ini dibuat,” ungkap Sutoyo.

Kecurigaan masyarakat, Presiden ingin melepas tes the water  untuk mendorong pengakuan PKI dan antek anteknya sebagai  korban pelanggaran HAM berat di masa silam, dengan alasan rekonsilasi tidak bisa diabaikan.

“Dugaan skenario yang akan dibuat adalah : PKI adalah korban, negara harus memohon maaf kepada korban dan keluarga PKI. Korban atau keluarganya berhak dapat  bermacam kompensasi ( PKI akan direhabilitasi ), dipulihkan nama baiknya, serta beri hak hidup  kembali dan berkembang,” paparnya.

Kalau asumsi atau kecurigaan masyarakat ini terjadi maka yang akan terjadi bukan menyelesaikan masalah justru akan timbul masalah yang lebih besar dan berbahaya. “Dan dampak justru Presiden bisa terpental sebagai pihak yang harus diadili oleh pengadilan rakyat,” ungkap Sutoyo.

Fenomena kongres PKI : Kongres PKI ke VII di Blitar selatan 1967,  Kongres ke VIII tahun 2000 di Sukabumi Selatan Jabar, Kongres ke IX 2005 di Cianjur Selatan Jabar. Kongres ke X,  2010  di Magelang Jawa Tengah dan Kongres ke XI di  Banyumas Jawa Tengah 2015. Adalah bukti mereka tetap eksis.

“Perjuangan PKI agar Pemerintah minta maaf dan meminta kompensasi ganti rugi serta agar radar agar PKI tetap eksis dan bisa kembali hidup di Indonesia terus bergerak, tetap harus di waspadai,” pungkas Sutoyo.