Surat Terbuka Kepada KPK

Smith Alhadar, Direktur Eksekutif Institute for Democracy Education (IDe)

KPK yang baik,

Ketika saya menulis surat ini, banyak orang sedang tersakiti oleh perangai Anda. Dugaan bahwa Anda telah menjadi alat kekuasaan makin kuat. Semoga Anda masih istiqamah menjalankan tugas yang diamanatkan rakyat kepada Anda: tetap independen dan fair dalam memberantas korupsi.

Saya terpaksa mengedepankan harapan rakyat ini karena kian banyak orang khawatir kekuasaan yang ada pada Anda dimanfaatkan pihak lain untuk tujuan politik. Tentu saja tak ada hubungan dengan tindak pidana korupsi. Tapi Anda harus tunduk pada kemauan atasan Anda demi kepentingan dan kelangsungan hidup Anda sendiri. Memang mengerikan!

Sebagaimana pengalaman kita yang sudah-sudah, menjelang pemilihan presiden akan terjadi kemerosotan akhlak pada diri pemainnya atau pihak yang berkepentingan. Segala cara dilakukan untuk mencapai tujuan. Tiba-tiba saja imoralitas menjadi new normal menjelang dan sepanjang tahun politik.

Salah satu yang menonjol adalah pembunuhan karakter lawan. Dan Anda menjadi lembaga yang strategis untuk melakukan tugas itu. Kalau itu terjadi — sangat mungkin terjadi — tentu sangat menyedihkan. Bukannya menjadi ajang adu gagasan, prestasi, dan integritas para calon, pilpres hanya akan berubah menjadi panggung yang mempertontonkan kejahatan, kelicikan, dan kemunafikan.

KPK yang baik,

Berani, jujur, dan adil adalah karakter yang diharapkan mahasiswa sejak Anda dibentuk untuk memberantas KKN. Alhamdulillah, pada tahun-tahun awal, kinerja Anda mengagumkan. Banyak koruptor, termasuk orang penting yang dulu tak tersentuh, berhasil Anda jebloskan ke penjara. Memang korupsi tetap marak, tapi setidaknya optimisme rakyat akan masa depan negeri yang bebas tipikor tetap terjaga.

Sayang, optimisme itu pudar seketika manakala Anda dilemahkan rezim. Sekali lagi, masa kampanye adalah masa tipu muslihat, bukan janji suci mengoreksi penyimpangan moral. Anda kini bagian dari rumpun eksekutif. Sementara kekuasaan eksekutif tertinggi ada di tangan presiden. Dengan begitu, lembaga yang berada di bawahnya lebih mudah dikooptasi dan dipengaruhi, serta sistem kebijakannya menjadi terpusat.

Ketika Anda dilemahkan, mahasiswa seluruh negeri turun ke jalan. Tapi rezim menganggap aspirasi itu hanya bagian dari hak masyarakat untuk berpendapat, bukan untuk didengar. Malah, mengherankan, Anda melemahkan diri Anda sendiri ketika puluhan anggota Anda dengan kredibilitas yang bagus disingkirkan melalui tes wawasan kebangsaan yang kontroversial.

Rezim berdalih, revisi atas kekuasaan Anda (revisi UU KPK) merupakan bentuk penguatan terhadap kekuasaan Anda. Namun, berdasarkan salah satu kaidah hukum fikih, keinginan membuat kebaikan seharusnya tidak menyebabkan mudharat.

Santer terdengar, Anda dilemahkan atas permintaan elite politik yang powerful, yang marah atas keberanian Anda mencokok banyak anak buahnya. Juga atas desakan oligarki yang tak lagi leluasa menyuap elite untuk kepentingan mereka sendiri.

Alhasil, sejak kekuasaan Anda diamputasi, kinerja Anda merosot tajam. Dan Anda mulai tabang pilih dalam menangani kasus. Maka, tak usah heran kalau ada yang yakin Anda kini telah menjadi anjing bulldog peliharaan penguasa untuk melayani kepentingan dirinya dan oligarki.

Pasalnya, sebagai contoh, ada laporan dari seorang akademisi kepada Anda terkait dugaan tindak pidana pencucian uang dan KKN anak-anak presiden. Akademisi itu yakin Kaesang dan Gibran punya kaitan dengan perusahaan PT BMH, anak perusahaan PT SM, yang diduga terlibat kasus pembakaran hutan.

Lantaran penanganan kasus itu tak berjalan, PT BMH digugat KLHK melalui jalur perdata dan dituntut ganti rugi Rp 7,9 triliun. Namun, dalam proses hukum, ganti rugi yang dikabulkan MA hanya Rp 78,5 miliar. Setelah itu, perusahaan milik anak-anak Jokowi diduga mendapat suntikan modal senilai puluhan miliar rupiah dari PT Alpha JWC Ventures. Perusahaan ini terafiliasi dengan PT SM. Menurut akademisi itu, dugaan KKN Kaesang dan Gibran dan anak petinggi PT SM sangat menonjol.

Ada lagi kasus pembelian lahan Yayasan Kesehatan Sumber Waras oleh Pemprov DKI di bawah Gubernur Ahok yang terkesan sengaja dipetieskan. Padahal, hasil audit BPK menyebut ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.

Menurut BPK, pembelian lahan itu tidak melalui proses pengadaan yang memadai. Diamnya Anda diduga kuat lantaran Ahok adalah sekutu presiden. Lihat, kendati bukan kompetensinya, ia diangkat presiden menduduki dua jabatan sekaligus di PT Pertamina, yaitu sebagai komisaris utama dan komisaris independen.

KPK yang baik,

Saat Anda mengabaikan kasus anak-anak presiden dan Ahok yang bau pencucian uang serta KKN sangat menyengat, Anda justru sangat bersemangat menjadikan perhelatan bakap mobil listrik Formula-E yang sukses besar sebagai kasus hukum. Menyedihkan!

Sangat mungkin benar dugaan publik, pakar hukum, dan mantan anggota Anda, bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan Anda jadikan tersangka dalam kasus yang telah melambungkan nama gubernur itu sesuai pesan atasan Anda.

Memang, konon, ada kesalahan administratif kecil dalam kasus itu, yakni Pemprov DKI telah membayarkan commitment fee pada pihak penyelenggara sebelum mendapat rekomendasi dari Kemendagri. Tapi alasan Anies masuk akal dan justru untuk menghindar dari kerugian negara.

Apabila Pemprov tidak segera membayar commitment fee itu saat jatuh tempo, maka duit itu akan hangus dan Pemprov harus menggantinya. Kalau demikian, maka terbuka cela bagi KPK untuk menuduh Anies korupsi karena hilangnya uang negara. Untuk menghindari hal itulah Anies memutuskan lebih baik membayar commitment fee tepat waktu kendati melangkahi prosedur ketimbang harus menanggung kerugian dan beresiko dituduh korupsi. Seharusnya KPK melihat dari perspektif ini, bukan malah merasa telah mendapat isu untuk mempersangkakan Anies sesuai pesan. Naudzubillahminzalik!

Dus, sama sekali tidak ada korupsi di sana. Perhelatan itu telah disetujui DPRD dan mendapat pembenaran dari BPK. Pemprov pun meraup untung besar. Yang juga tak bisa diabaikan, perhelatan itu dipuji semua pihak terkait dan melambungkan nama negara di panggung internasional ketika BUMN dan lembaga-lembaga negara yang seharusnya membantu perhelatan itu justru memboikotnya. Tujuannya jelas: menggagalkan hajatan itu.

Sebagai perbandingan, dalam perhelatan balap MotoGP di Mandalika, BUMN-BUMN berbondong-bondong menggelontorkan dana. Perbedaan dalam perlakuan rezim atas dua ajang ini disebabkan Anies, aspiran calon presiden, berada di balik ajang Formula-E. Kalau nanti dia ikut kontestasi pilpres, potensi menangnya cukup besar. Maka santer terdengar ada pesan dari atas kepada ketua parpol-parpol bermasalah untuk berupaya keras menyingkirkan Anies dari arena pilpres.

Karena itu, jadi masuk akal kalau kemudian Anda (KPK) diberi tugas untuk menjadikan tokoh santun nan bersih itu tersangka korupsi dalam perhelatan itu. Kalau benar dugaan itu, pasti para malaikat ikut menangis melihat perangai yang akan Anda mainkan. Paling tidak, Anda mungkin akan membusukkan Anies dengan cara membuat bakal capres itu bolak-balik ke kantor Anda untuk memberi pesan kepada publik bahwa Anies sebenarnya seorang koruptor.

Tapi sangat mungkin Anda keliru. Akal sehat dan moral publik akan bangkit. Mereka akan berargumen begini: kalau Anies pernah menolak suap ratusan miliar rupiah dari oligarki asalkan ia mengizinkan proyek reklamasi bernilai ratusan triliun rupiah, mengapa pula ia harus korupsi Rp 10 miliar di ujung pemerintahannya. Di luar itu, kalau mau, dia bisa menilap uang Pemprov dalam jumlah besar dengan berbagai cara. Toh, tipikor di negeri ini sudah dianggap hal yang lazim. Anies mau dipenjarakan justru karena sejak awal dia melawan kelaziman itu.

KPK yang baik,

Kembalilah ke jati diri Anda, berpijak pada spirit reformasi, untuk mengurai negeri ini dari benang kusut korupsi yang membuat rakyat tetap saja menderita. Anda tahu, salah satu sebab jebolnya APBN sehingga rezim tega menaikkan harga BBM di saat kemiskinan, pengangguran, dan kemalangan rakyat meluas, adalah maraknya korupsi yang dinikmati penyelenggara negara.

Pada saat bersamaan, oligarki mengemplang ribuan triliun hasil permufakatan jahat dengan penyelenggara negara. Fenomena ini, salah satunya dipicu oleh melemahnya kinerja Anda.

Biarlah kontestasi politik elektoral 2024 berjalan fair dengan aspiran capres yang telah terbukti punya integritas, serta kapasitas moral dan intelektual, mendapat kesempatan yang sama. Ini demi kebaikan negeri kita. Rezim ini akan meninggalkan banyak masalah di semua lini negara kepada penerusnya, baik lantaran dihantan pandemi covid-19, perang Ukraina, maupun salah urus negara, sehingga diperlukan pemimpin baru yang extraordinary — bukan pemimpin yang ditunjuk rezim gagal untuk meneruskan kebijakan dan pembangunan yang dibiayai dengan utang yang mengkhawatirkan — yang kita yakin punya kemampuan mumpuni untuk mengurai semua persoalan itu. Ingat kejahatan yang mungkin Anda buat hari ini harus dipertanggungjawabkan di akhirat dan akan dicatat sejarah sebagai salah satu episode paling menyedihkan yang selamanya akan dipikul bangsa ini.

Tangsel, 15 September 2022