Mantan Presidium GMNI: Kenaikan Harga BBM Membakar Kemarahan Rakyat & Mengobarkan Revolusi

Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga BBM memunculkan kemarahan rakyat dan bisa berujung pada revolusi.

“Kenaikan Harga BBM membakar kemarahan rakyat dan mengobarkan revolusi. Pemberontakan rakyat yang berasal dari sumbu pendek kenaikan harga BBM,” kata mantan Presidium GMNI Yusuf Blegur kepada redaksi www.suaranasional.com, Sabtu (3/9/2022).

Kata Yusuf, penderitaan rakyat semakin memuncak dengan kenaikan harga BBM yang secara otomatis membuat melonjaknya ongkos transportasi yang selanjutnya diikuti kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.

“Tanpa berlama-lama, kesulitan ekonomi yang diperlihatkan dengan menurunnya daya beli masyarakat, berangsur-angsur akan membawa negara dan rakyat pada situasi krisis. Situasi dan kondisi seperti ini pada akhirnya terus memicu angka kemiskinan dan selanjutnya mendorong tingginya angka kriminalitas,” tegasnya.

Tujuh kali kenaikan BBM selama Jokowi menjadi presiden. Membuktikan Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, memang rendah kualitas kepemimpinannya. Mencabut subsidi solar dan bensin yang vital dan banyak dikonsumsi rakyat dengan alasan membebani APBN dan menguntungkan orang kaya yang menggunakannya. Memperlihatkan kebodohan kebijakan dan argumentasi rezim yang lemah di tengah biaya tinggi dan kebocoran anggaran dari setiap proyek pemerintah yang tidak efisien dan efektif.

“Sementara APBN sendiri sudah terdepresiasi oleh beban utang negara yang tidak tepat peruntukannya. Belum lagi kerugian yang masif akibat salah kelola BUMN dan institusi pemerintahan lainnya. Keuangan negara semakin jebol ketika pejabat lembaga pelayanan publik menggunakan biaya tinggi seperti peruntukan gaji direksi dan komisaris, biaya rapat dan operasional serta penggunaan uang besar untuk kegiatan yang tidak relevan bagi perbaikan hidup rakyat,” tegasnya.

Ia mengatakan, proyek mangkrak dan yang tak berguna bagi kepentingan hajat hidup orang banyak, secara langsung menjadi alokasi pembangunan yang menguras anggaran negara.

“Lemahnya sistem manajemen dan pengawasan penyelenggaraan keuangan negara, semakin membuat rakyat hidup tertekan terlebih dengan penghapusan subsidi sektor riil dan strategis,” tegasnya.

Yusuf mengatakan, di bawah Rezim Jokowi, rakyat terus menjadi bulan-bulanan tekanan hidup akibat lemahnya kinerja pemerintahan yang diisi oleh orang-orang bodoh, lemah dan korup. Tak cukup memungut pajak tinggi dan uang jarahan dari hasil korupsi, pengelola negara terus memiskinkan rakyat secara struktural dan sistematik.

“Sementara para pejabat dan penentu kebijakan, hidup bergelimang harta dan penuh kemewahan di atas penderitaan rakyat. Kerja keras rakyat untuk sekedar “survive” dan apa yang telah diberikan untuk negara, dibalas dengan memperkaya diri dari mengambil hak rakyat. Sembari mengiringinya dengan tindakan intimidasi, represif dan teror bagi rakyat yang lemah,” jelasnya.