Perlunya Kolaborasi Cegah Kerusakan Ekosistem Mangrove, Cegah Terjadinya Bencana Alam

Jakarta- Mungkin tak banyak orang tahu, dan bahkan tak memahami tentang keberadaan tanaman Mangrove beserta fungsi maupun kegunaannya untuk menyelamatkan lingkungan hidup, utamanya yang berada di kawasan pantai, karena itulah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya ekosistem mangrove, maka sejak tahun 2015 UNESCO telah menetapkan bahwa pada setiap tanggal 26 Juli, diperingati sebagai Hari Mangrove Sedunia atau disebut juga Hari Internasional untuk Konservasi Ekosistem Mangrove. Dari hasil penelitian para ahli tanaman, yang menyebutkan bahwa akar pohon mangrove dapat membantu menahan gelombang pasang, mencegah erosi garis pantai, serta mengurangi efek pasang surut dan tsunami. Tak hanya itu, mangrove juga menyediakan habitat yang kaya bagi banyak organisme, seperti ikan dan krustasea, dan berperan penting dalam mengurangi karbon atmosfer atau penangkap karbon penyebab pemanasan global, demikian disampaikan Suryo Susilo, Ketua LSM Biru Voice kepada wartawan, Selasa, 26 Juli 2022 di Jakarta.

“Sayangnya, jumlah populasi mangrove terus berkurang setiap tahunnya. Beberapa negara bahkan telah kehilangan lebih dari 80 persen populasi mangrove mereka. Sedangkan Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia,” ungkap Suryo Susilo.

Sebagai informasi, lanjut Suryo Susilo, Indonesia memiliki hutan mangrove dengan luas 3.496.768 ha yang tersebar dari pesisir Aceh hingga Papua. Luas hutan mangrove Indonesia mencakup 22.4 persen luasan mangrove dunia, namun demikian yang memprihatinkan adalah bahwa Indonesia merupakan salah satu penyumbang kerusakan hutan mangrove tertinggi di dunia, dan laju kerusakan mangrove di Indonesia termasuk yang tercepat di dunia.

Indonesia telah kehilangan sekitar 40% luas mangrove. Kerusakan mangrove terutama disebabkan oleh alih fungsi tambak, danau, pemukiman manusia, industri dan peternakan. Bukan hanya karena penggundulan hutan bakau/mangrove tetapi juga karena penebangan liar. Hutan mangrove dibuka untuk bahan bangunan, pembuatan kapal, batu bara, dan kayu bakar. Ini termasuk kematian mangrove akibat pembuangan limbah industri. Kerusakan hutan mangrove ini cukup memprihatinkan.

“Kondisi tersebut merupakan masalah yang sangat serius karena hutan mangrove kaya akan fungsi ekosistem, dan sangat berperan penting dalam menetralkan air laut dan juga dapat mencegah terjadinya tsunami, untuk itulah diperlukan langkah pencegahan terjadinya kerusakan hutan mangrove,” tukas Suryo Susilo.

Suryo juga mengingatkan, bahwa dengan mengetahui betapa pentingnya ekosistem mangrove bagi kehidupan, ditengah kerusakan yang terus terjadi, maka rehabilitasi atau perbaikan hutan mangrove ini menjadi hal yang urgen untuk menjadi program penyelamatan ekosistem mangrove, yang dapat dilakukan dengan memerlukan langkah-langkah yang matang, dimulai dari perencanaan hingga evaluasi. Sehingga, selain dukungan, rehabilitasi dan restorasi ekosistem mangrove yang memerlukan srategi yang tepat, tentu diperlukan pula adanya pembentukan kesadaran terhadap masyarakat agar tidak melakukan pengrusakan ekosistem hutan mangrove, melalui langkah-langkah edukatif, informative, komunikatif, persuasive dan juga tentunya dengan penegakkan hukum yang diterapkan secara optimal, serta memberikan efek jera bagi para pelaku perusak hutan mangrove.

“Kerusakan mangrove berkaitan dengan aktivitas manusia, terutama masyarakat disekitarnya, sehingga perbaikannya pun harus melibatkan mereka. Selain ini perlu melibatkan aparatur negara, aparat keamanan maupun hukum untuk penerapan penegakkan hukum secara optimal dan tegas, serta semua pihak perlu melakukan kolaborasi untuk mencegah terjadinya kerusakan ekosistem mangrove, serta mencegah terjadinya bencana alam akibat kerusakan ekosistem mangrove,” pungkas Suryo Susilo.