Guru Besar UIN Yogyakarta: Pilpres Secara Langsung Menganut Demokrasi Liberal tanpa Mempertimbangkan Isi Kepala

Pemilihan presiden (pilpres) pasca amandemen UUD 45 merupakan prinsip demokrasi liberal yang sangat bertentangan dengan Pancasila terutama sila keempat.

“Pilpres pasca amandemen menganut prinsip demokrasi liberal, memberikan hak suara kepada setiap warga negara, tanpa mempertimbangkan isi kepalanya,” kata Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Muhammad Chirzin dalam artikel Berjudul “Presidential Threshold 20% Tanpa Pilpres”.

Muhammad Chirzin mengatakan, persoalan mendasar di pilpres karena adanya amandemen UUD 45 yang menetapkan pasangan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.

“Menurut hemat saya akar dari akar masalah tersebut adalah amandemen UUD 1945 yang menetapkan presiden dipilih langsung oleh rakyat, padahal Sila ke-4 Pancasila mengamanatkan Pemilihan Presiden melalui perwakilan,” ungkapnya.

Selain itu, Muhammad Chirzin menyoroti Pilpres 2024 yang menggunakan Presidential Threshold 20 persen dengan Pasal 222 UU Pemilu 2017.

Mengutip pernyataan Ketua DPD La Nyalla, kata Muhammad Chirizin, Pasal 222 UU Pemilu 2017 membuat oligarki ekonomi mengatur kongsi untuk menentukan pimpinan nasional bangsa. Pasal 222 memaksa partai politik berkoalisi untuk memenuhi ambang batas. Akibatnya Capres dan Cawapres yang akan dipilih oleh rakyat menjadi sangat terbatas.

“Pasal tersebut menjadi pintu masuk bagi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik untuk mengatur dan mendesain pemimpin nasional yang akan mereka ajukan ke rakyat melalui Demokrasi Prosedural, Pilpres,” ungkapnya.

Para aktivis demokrasi mengancam, bilamana tuntutan pembatalan Presidential Threshold 20 persen itu ditolak oleh MK, mereka menuntut agar MK dibubarkan, dan untuk itu mereka akan mengorganisasi gerakan People Power.

“Jika hal itu benar-benar terealisasi, maka boleh jadi Presidential Threshold 20 persen tetap ada, tapi tanpa Pilpres 2024,” pungkasnya.