Di antara Politik Opor Ayam Jokowi dan Megawati Politikus Tanah Air yang Kenyang Asam Garam

Jokowi dan Megawati akan bersatu demi politik kepentingan bersama, walau nampak belakangan Jokowi tak begitu akur dengan Megawati dan Puan. Dimana Megawati tak hadiri nikahan Adik dari presiden Jokowi Idayati dengan Anwar Usman Ketua MK.( 26 Mai 2022 ), serta sebelumnya Jokowi tidak sungkeman kepada Megawati pada iedul fitri 1 Syawal 1443 H. Atau Senin, 2 Mai 2022, justru Jokowi beserta keluarga asyik menemani tamunya, Prabowo dan putra tunggalnya yang datang dari Jakarta, namun kepentingan politik antara Megawati dan Jokowi oleh sebab hubungan historis antara keduanya jika 2024 muncul Anies sebagai kontestan pemilu Pilpres yang tentunya jika ( Anies ) bukan usungan yang diplotting atau bukan kehendak ( Jokowi dan Megawati ) maka mereka Megawati dan Jokowi akan bersatu, demi kepentingan politik mereka yang sama – sama nasionalis dan dari partai yang sama kepala banteng.

Menyimak dan merespons pidato politik Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Sabtu, 21 Mai 2022 lalu dihubungkan dengan faktor politik pertanggung jawaban pasca Jokowi ( dan para anggota kabinetnya ), termasuk Megawati dan prabowo tentunya ( karena PS. Merupakan orang dekat Jokowi dan megawati ) selain PS. duduk didalam struktur menteri kabinet Jkw, dan PS . sebagai orang nomor 1 Partai Gerindra, partai koalisi,maka narasi pidato politik Jkw ini, tidak terlepas atau terkait hanya sebagai bagian daripada langkah obstruksi atau politik barrier untuk menghadang atau menghalangi Anies Baswedan, menuju 2024, yang nota bene tak berpartai, namun tentunya beliau tetap menyisakan rasa kekhawatiran andai Anies akan diminati oleh beberapa partai politik tertentu, antara lain PKS, Nasdem dan atau Partai Demokrat , sehingga terakumulasi mencukupi persyaratan Presidential Throsold 20 % untuk maju menjadi bakal capres 2024. Maka alternatif secara geo politik, Jkw, Megawati dan para kolega  kedepannya, tetap akan aman jika ia Mendukung penuh  presiden 2024 adalah Prabowo Subianto. Atau Puan Maharani dan atau paket PS- Puan, dibandingkan Jkw dekati Ganjar, mengingat terhadap diri Ganjar belum tentu PDIP mau menggadang harus hanya mengusungnya, selain faktor dualisme atau politik 2 kaki terkait 2 orang kandidad bakal capres, layak dikatakan merupakan politik sesat ( perlu digaris bawahi 2 kaki melahirkan friksi pada suasana kasuistis pencalonan Puan dan Ganjar pada objek narasi permasalahan politik a quo yang sedang dikupas ). Kenapa layak dikatakan politik sesat ? Oleh sebab dari sisi atau sudut pandang eratnya hubungan biologis antara Mega dengan Puan. Dan perspektif politik sederhananya adalah tentu amat riskan jika politik Ketum Partai PDIP Megawati membuat kebijakan ambigu atau dualisme saat momentum penting Pilpres ? Dimana justru PDIP mencalonkan 2 kader partainya Puan juga Ganjar bertarung bersebrangan ? Tentunya  politik 2 kaki ini berkwalitas memecah daripada basis kavling – kavling suara bahkan kantong – kantong besar mereka ? Karena akan akibatkan berbagi atau mengurangi kwantitas perolehan suara daripada dua orang anak partainya yang saling berhadapan berlomba. Maka amat muskil tuk dipercayai. Megawati selaku senioren politikus tanah air kenyang asam garam tidak sekonyol dan sebodoh itu memberi arahan atau tugas kepada Jokowi untuk dukung Ganjar. Selebihnya diantara Jkw dan Prabowo Subianto selaku Menhan didalam Kabinet Indonesia Maju menjadi bukti kedekatan mereka, termasuk kedekatan hubungan batiniah, salah satunya melalui ” opor ayam, bakso, dan tempe bacem ” santapan mereka bersama keluarga saat perayaan 1 syawal 1443 H. Senin, 2 Mai 2022,  atau hari pertama Iedul Fitri 2022 di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta. Selain itu Prabowo sudah berterus terang dirinya kagum kepada Jkw terkait kepemimpinannya, terkait kagum ini, PS sampaikan secara terbuka pada rapat kabinet dengan kalimat ” Jkw is right on track “. Demikian pula termasuk jika pasangannya PS. adalah Puan, sang Ketua DPR RI 2019 – 2024, Puan selain tak terbantahkan punya hubungan biologis/ anak kandung Megawati, termasuk hubungan kepartaian dengan sosok Jokowi yang nota bene suka gak suka, Jkw merupakan petugas partai PDIP dan kursi presiden yang diraihnya oleh sebab diusung oleh Ibunda Puan Sang Ketum serta faktanya berhasil sebagai presiden 2 periode, dan tentu faktor lainnya terkait Jkw – Puan secara kolegial dan fungsional ( kolektif kolegial ) amat kuat posisinya dalam konteks pelaksanaan tatanan pemerintahan ( eksekutif dan legislatif ). Maka teramat aneh jika tiba- tiba Jokowi malah merangkul Ganjar untuk Capres pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Sabtu, 21 Mai 2022

 

Politik Barrier Terhadap Anies dan Aniesphobia

 

Gejala gejala maraknya kecendrungan masyarakat kepingin Anies Bakal Capres 2024 ini nampak oleh Jokowi sendiri serta riil disaksikan partai-partai koalisi PDIP.  Sounding atau pesan politik  untuk Anies sangat menggema, Anies de facto dicintai oleh banyak kelompok orang, baik komponen relijius/ agamis maupun kelompok nasionalis atau dapat disebut kelompok lintas sara dan antar golongan dan jika melalui historis beralaskan data empirik, bahwa jagoan Jokowi atau PDIP. Ahok terbukti terhempas oleh Anies yang non partai namun dikerubuti oleh multi partai pada Pilgub DKI 2017. Dan nyata simpatisan Anies sejak menjadi Gubernur DKI. Jakarta 2017, terus lahir mengalir hingga saat ini, disebabkan semata – mata atas dasar sudut pandang objektifitas masyarakat, hanya bermodalkan  keberhasilan memimpin dan membangun DKI Jakarta yang dinilai selain Anies pribadi low profile juga sebagai pekerja keras, dan cukup cerdas, serta relijius, kemudian penilaian terhadap dirinya terakumulasi menjadikannya sebagai tokoh publik yang naik daun dan mashur, karena faktor sentimental yang dibangun oleh ” sebagian tokoh politik dan para buzzer yang mengeroyoknya ” , namun mereka hanya bermodalkan berbagai data sumbang atau ecek- ecek, mengada- ada dan sangat subjektif serta diikuti sounding Aniesphobia dari para buzzer ( pendengung ) melalui loudspeaker namun tanpa objektivitas atau tidak memiliki dasar apapun

 

Skenario Politik yang Menciderai Demokrasi

 

Namun skenarionya harus seperti itu, dapat dipastikan tidaklah mungkin Megawati memihak Ganjar ? Ganjar untuk melawan putri kandungnya. Namun jika benar adanya, inilah jeniusnya rekayasa pilpres 2024 namun disayangkan amat mudah terbaca. Diantara ketiga hubungan emosional dampak politik Jkw selama dirinya berkuasa yang utama dan terpenting justru menurut Jkw dan Megawati serta koleganya adalah hubungan mereka dengan Anies. Karena jika Anies yang diprediksikan mayoritas publik sebagai kans pemenang pilpres lalu berkuasa, maka butuh ekstra pertimbangan pasca penyumpahan Anies selaku presiden. Tentunya segala kekuasaan penuh ” berada ditangannya”. Maka political aproachl terhadap multi partai dengan tujuan akhir terhadap sosok atau jati diri Anies, hal aproach ( negatif ) ini , atau lebih tepat jika diistilahkan sebagai propaganda – propaganda negatif, tentu dalam dunia perpolitikan, hal ini dapat dimafhumi sesuatu yang biasa dalam konsep politik kontemporer yang nyata berjalan di negara kita, walau tentu tidak dapat di jastipikasi. Politik obstruksi ini sebuah urgensi dan keharusan bagi Presiden Jokowi, Megawati, Prabowo, Ganjar dan kolega mereka untuk mem-barrier Anies, ini punya nilai primair dan strategis. Baik dengan cara politik merangkul Anies masuk kedalam barisan kelompoknya maupun mem- barriernya melalui pendekatan kepada partai-partai yang memiliki kesan kuat ( akan ) simpati terhadap Anies. Kekhawatiran ini mengingat latar belakang Anies, andaikan dirinya menang, pastinya akan dikawal oleh berbagai lapisan golongan, yang tentunya merupakan berbagai golongan pendukungnya sebagai kantong – kantong suara konstituen Anies for Presiden 2024, yang mana diantara kelompok atau golongan golongan dimaksud diprediksikan pada umumnya, akan disesaki, atau dipenuhi serta dipadati oleh para tokoh publik bangsa ini yang ” telah melihat secara transparan, mengalami atau merasakan ” bahwa rezim dibawah Jokowi telah banyak melakukan penindasan serta menimbulkan ” banyak korban ”  serta korban tersebut diantaranya mungkin bisa saja diantara mereka sendiri. Oleh karenanya secara geo politik terkait kelompok barisan kekuatan Anies ini pun terdapat fakta sejarah, buktinya adalah dukungan masyarakat dan para ulama atau yang dalam perspektif politik negatif disebut ” politik identitas,” telah mengantarkan beliau meraih kursi DKI – 1 mengalahkan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017 – 2022,  Ahok rival berat kuat dengan pameo politik ” memiliki modal uang yang tak memiliki seri” berakhir kekalahan, dan para pendukung Ahok banyak yang”  mengalami kejang –  kejang, ” dan perlu digaris bawahi pada saat pilgub 2017, Ahok sebagai inkamben atau Gubernur Kada DKI Jakarta, Walau kursi gubernur yang diperolehnya secara gratis karena dirinya pemangku jabatan wakil gubernur, lalu duduk menggantikan Gubernur Jokowi, oleh sebab sistim hukum Jokowi terpilih menjadi Presiden RI untuk periode masa jabatan 2014 – 2019, artinya saat itu Ahok memiliki banyak berbagai fasilitas, saat – saat menjelang pilkada DKI Jakarta berlangsung sebelum ada pejabat yang ditunjuk oleh Kementrian Dalam Negeri.

 

Jadi safetinya Anies oleh Jokowi yang mewakili induk semangnya serta para kolega, memang perlu secara ” khusus ” ditempel. Anies yang juga dikelilingi masyarakat aktivis pro penegakan hukum yang menuntut kepastian hukum dan berkeadilan selama kurun Jkw menjabat, maka memang Anies semestinya Ia rangkul namun tetap akan Ia waspadai, walau rangkul ini sekedar seremonial dan bersifat temporer atau tidak sungguh- sungguh mengingat tadi, yakni terkait “politik identitas” yang kalahkan jagoannya, yang juga jagoan PDIP Ahok dan latar belakang masa kepemimpinannya yang terkesan banyak beraroma tumpang tindih, tidak profesional dalam banyak bidang, dan khususnya dalam penegakan hukum, sangat amat tidak equal, banyak praktik hukumnya yang terasa suka – suka dan pilih tebang.  Politik “seremonial”  mungkin sudah dipraktikan oleh Jkw salah satu diantaranya  melalui kehadiran Jkw mengecek sirkuit Formula E di Ancol pada , Senin 25 April 2022, dan tentunya Jkw dalam kerangka political aproach-nya juga kemungkinan akan hadir pada Grand Launching JIS/ Jakarta International Stadium, esok  pada 4 Juni 2022. Hasil nyata maha karya Anies, hadir untuk tetap sebagai bagian politik seremonial, sekedar penghormatan  keberhasilan pembangunan JIS, dan kita tunggu apakah  Jokowi pun akan hadir jika diundang saat pembukaan Formula E berlangsung di Ancol, 25 Juni 2022 Jakarta Utara. Pengamat meyakini Jokowi juga akan hadir, walau semua ini sekedar politik seremonial sebagai salah satu ” black campigne” karena hanya topeng yang ” bertujuan kelak tusuk dari belakang”,  namun agar Anies mau masuk ke gerbong Jkw dan kawan – kawan, termasuk ada terselip harapan bisa diandalkan Jkw sebagai road opener atau pembuka jalan bagi antisipatif masa depan keselamatan diri dan keluarga dan atau berikut kolega- kolega beserta para pengusaha hitam minyak goreng dan atau pengusaha dan atau penyertanya pejabat publik yang terpapar korupsi, andai Anies ternyata walau segala obstruksi sudah dilakukan namun Anies tetap melaju dan jadi presiden RI ke – 8

 

Maka oleh sebab ketakutan akan bayang bayang ” politik identitas berikut kelalaian dalam kebijakan – kebijakan masa lalunya, saat kelak kepemimpinan berganti dan daluwarsa sesuai Psl 78 KUHP belum terlampaui” tentu secara politik Jkw ( dan kolega ) terus akan tetap memainkan missi utamanya yakni menjadi bagian utama dari politik antisipatif preventif terhadap Anies atau tepatnya semodel jubah politik identitas* dengan cara politik pendekatan dalam framing obstruksi agar Jokowi atau kolega dan atau pengusaha korporet, para pengusaha yang ingin full mem- back up dari sisi finansial kepada para kandidat capres  ( PA- Puan atau Ganjar – Erick Thohir atau Ganjar – Anies )  yang dimajukan oleh Jokowi dan atau oleh Megawati, atau kandidad Bacapres selain Anies, dalam asumsi opini Anies menjadi Bacapres ke – 3 karena dipenghujung ternyata partai – partai pendukungnya memiliki PT. 20 % .

 

Mereka yang memilki obsesi kompulsif  ini umumnya adalah para pengusaha hitam, yang tetap ingin memiliki peluang terhadap kepentingan bisnis yang bersandar pada kursi kekuasaan atau kepemimpinan negara ini, dan mereka kelompok orang yang memiliki obsesi kompulsif, sebenarnya tanpa alasan , namun bisa jadi diantaranya mungkin adalah kelompok para oknum pejabat penyelenggara negara yang merasa mulai power sindrom serta para oknum dari segelintir orang atau para kolega penguasa yakni para pengusaha saat rezim ini berkuasa yang pernah melakukan atau mempengaruhi hal kebijakan politik presiden Jokowi demi keuntungan pribadi atau perusahaannya, namun berdampak negatif bagi ummat bangsa ini dan menimbulkan kesulitan keuangan atau perekonomian NRI. Hal kekhawatiran Jokowi serta kolega eks kabinet serta jajaran para penguasa yang kelak akan menjadi subjek hukum masyarakat biasa di negara, tentu bukan sesuatu kecemasan yang mengada – ada , oleh sebab ” faktor historis kebijakan – kebijakan yang lalu, bahkan kontemporer atau yang kini masih berlangsung negatif/ amburadul “, yang lalu Ia berobsesi dengan menghubungkannya dengan kebijakan kepemimpinan kelak, presiden yang baru “

 

Maka oleh karena berbagai pertimbangan yang cukup reasonabel bagi Jkw dan kawan – kawan dari sisi politik mereka kedepan,  terhadap Anies yang punya kans besar memenangkan pilpres 2024 harus dicegah ke- ikut sertaannya sebagai bakal calon presiden kontestan pilpres ke- 3 pada 2024, dengan ” cara apapun ” pastinya melalui koordinasi semua partai – partai yang ada, utamanya Partai koalisi Jokowi yang identik sebagai koalisi PDIP dan terkait koordinasi politik ini sehubungan kecendrungan power sindrome, sudah Ia lakukan terhadap Ketum Golkar, PKB dan PAN dalam konteks poitik tunda pemilu 2024 melalui Luhut Binsar Panjaitan/ LBP. Dan selebihnya Jokowi dan para koleganya, saat ini dan kedepannya jelang 2024 tentu dipastikan bakal melakukan upaya – upaya koordinasi melalui lobi- lobi politik atau political aproach kepada partai – partai oposan ( PKS dan PD ) agar partai – partai yang ditengarai bakal menjadi calon pendukung Anies pada hajat atau kontestan Pemilu pilpres 2024 tidak mendapatkan Presidential Threshold 20% , *”jika pun Anies naga – naganya tak dapat dicegah karena keuatan dukunga rakyat daan parpol, maka terpaksa diupayakan Anies diikut sertakan menjadi bakal konstestan pemilu pilpres 2024, namun bersama gerbong mereka, dengan makna lain Anies sebagai calon yang berada dalam ” perspektif politik tetap dalam genggaman  rekayasa Megawati & Jokowi”,* Anies akan diposisikan berada diantara PS atau atau Ganjar, namun cukup menjadi orang ke – dua atau wapres serta pada estimasi sebisanya adalah pihak “khusus yang tersingkir”, *selanjutnya andaipun asumsi atau prediksi pahit pasangan yang ada sosok Anies unggul suara, Anies bukan menjadi Sang Penguasa melainkan sekedar pribadi yang nice dan nunut, mirip sebagai Wapres RI saat ini KH.Maruf Amin* Namun akhirnya  jika Anies pun sebagai kandidad bakal capres pada pilpres 2024 beserta pasangan bakal wapres yang artinya keduanya tidak atau terlepas dari arahan atau bukan tipe ideal bagi Jokowi dan Megawati. Maka Megawati dan Jokowi berdasarkan kepentingan bersama, hanya akan bergabung mencalonkan bakal presiden dan wapres yang sama – sama ” milik mereka berdua ” Entah PS  – Puan atau Ps – Ganjar , bahkan bisa jadi PS- Jokowi, hal kebijakan mereka muncul semata – mata oleh sebab kebijakan dan latar belakang yang sama atau kepentingan yang sama demi melindungi masa lalu dan kepentingan politik kekuasaan kedepan atau tetap ikut berkuasa di 2024 – 2029. Mengapa ada pasangan alternatif lain yaitu  PS. – Jkw , tiada lain karena masih kuat dugaan publik bahwa Jokowi diam-diam masih tetap ingin berupaya menggolkan missi 3 periode yang mulai redup dari berita, walau Megawati sudah terang terangan menolaknya, namun Jkw sebenarnya tetap masih menginginkannya ditambah signal kuat yang berupa intrik – intrik berupa suara – suara diantaranya daripada kelompok pro Jkw dari group aktivis 98 yang sepertinya masih memberi dukungan agar Jkw bisa memimpin selama 3 periode. Maka setidaknya bisa jadi diakomodir PS. – Jkw oleh Megawati, sebagai opsi karena faktor win win solusi antisipasi atau mencegah politik ” pecah batu Jokowi ” yang mendukung Ganjar yang dapat berakibat perpecahan kantong suara dalam tubuh Partai Banteng, atau demi kepentingan yang lebih besar pada kursi kekuasaan pemerintahan kedepannya yang tetap dalam genggaman Megawati dan partai koalisi yang tersisa ? Dan secara konstitusional berdasarkan pasal – pasal yang terdapat pada UUD. 45 yang dilarang terhadap presiden adalah menjabat lebih dari 2 periode. Namun presiden yang sudah menjabat 2 periode tidak ada larangan untuk menjadi Cawapres/ calon wakil presiden. Begitu pula wapres yang pernah menjabat selama 2 periode boleh menjadi Capres/ Calon Presiden

Jokowi dan Megawati akan bersatu demi politik kepentingan bersama, walau nampak belakangan Jokowi tak begitu akur dengan Megawati dan Puan. Dimana Megawati tak hadiri nikahan Adik dari presiden Jokowi Idayati dengan Anwar Usman Ketua MK.( 26 Mai 2022 ), serta sebelumnya Jokowi tidak sungkeman kepada Megawati pada iedul fitri 1 Syawal 1443 H. Atau Senin, 2 Mai 2022, justru Jokowi beserta keluarga asyik menemani tamunya, Prabowo dan putra tunggalnya yang datang dari Jakarta, namun kepentingan politik antara Megawati dan Jokowi oleh sebab hubungan historis antara keduanya jika 2024 muncul Anies sebagai kontestan pemilu Pilpres yang tentunya jika ( Anies ) bukan usungan yang diplotting atau bukan kehendak ( Jokowi dan Megawati ) maka mereka Megawati dan Jokowi akan bersatu, demi kepentingan politik mereka yang sama – sama nasionalis dan dari partai yang sama kepala banteng.
Menyimak dan merespons pidato politik Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Sabtu, 21 Mai 2022 lalu dihubungkan dengan faktor politik pertanggung jawaban pasca Jokowi ( dan para anggota kabinetnya ), termasuk Megawati dan prabowo tentunya ( karena PS. Merupakan orang dekat Jokowi dan megawati ) selain PS. duduk didalam struktur menteri kabinet Jkw, dan PS . sebagai orang nomor 1 Partai Gerindra, partai koalisi,maka narasi pidato politik Jkw ini, tidak terlepas atau terkait hanya sebagai bagian daripada langkah obstruksi atau politik barrier untuk menghadang atau menghalangi Anies Baswedan, menuju 2024, yang nota bene tak berpartai, namun tentunya beliau tetap menyisakan rasa kekhawatiran andai Anies akan diminati oleh beberapa partai politik tertentu, antara lain PKS, Nasdem dan atau Partai Demokrat , sehingga terakumulasi mencukupi persyaratan Presidential Throsold 20 % untuk maju menjadi bakal capres 2024. Maka alternatif secara geo politik, Jkw, Megawati dan para kolega kedepannya, tetap akan aman jika ia Mendukung penuh presiden 2024 adalah Prabowo Subianto. Atau Puan Maharani dan atau paket PS- Puan, dibandingkan Jkw dekati Ganjar, mengingat terhadap diri Ganjar belum tentu PDIP mau menggadang harus hanya mengusungnya, selain faktor dualisme atau politik 2 kaki terkait 2 orang kandidad bakal capres, layak dikatakan merupakan politik sesat ( perlu digaris bawahi 2 kaki melahirkan friksi pada suasana kasuistis pencalonan Puan dan Ganjar pada objek narasi permasalahan politik a quo yang sedang dikupas ). Kenapa layak dikatakan politik sesat ? Oleh sebab dari sisi atau sudut pandang eratnya hubungan biologis antara Mega dengan Puan. Dan perspektif politik sederhananya adalah tentu amat riskan jika politik Ketum Partai PDIP Megawati membuat kebijakan ambigu atau dualisme saat momentum penting Pilpres ? Dimana justru PDIP mencalonkan 2 kader partainya Puan juga Ganjar bertarung bersebrangan ? Tentunya politik 2 kaki ini berkwalitas memecah daripada basis kavling – kavling suara bahkan kantong – kantong besar mereka ? Karena akan akibatkan berbagi atau mengurangi kwantitas perolehan suara daripada dua orang anak partainya yang saling berhadapan berlomba. Maka amat muskil tuk dipercayai. Megawati selaku senioren politikus tanah air kenyang asam garam tidak sekonyol dan sebodoh itu memberi arahan atau tugas kepada Jokowi untuk dukung Ganjar. Selebihnya diantara Jkw dan Prabowo Subianto selaku Menhan didalam Kabinet Indonesia Maju menjadi bukti kedekatan mereka, termasuk kedekatan hubungan batiniah, salah satunya melalui ” opor ayam, bakso, dan tempe bacem ” santapan mereka bersama keluarga saat perayaan 1 syawal 1443 H. Senin, 2 Mai 2022, atau hari pertama Iedul Fitri 2022 di Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta. Selain itu Prabowo sudah berterus terang dirinya kagum kepada Jkw terkait kepemimpinannya, terkait kagum ini, PS sampaikan secara terbuka pada rapat kabinet dengan kalimat ” Jkw is right on track “. Demikian pula termasuk jika pasangannya PS. adalah Puan, sang Ketua DPR RI 2019 – 2024, Puan selain tak terbantahkan punya hubungan biologis/ anak kandung Megawati, termasuk hubungan kepartaian dengan sosok Jokowi yang nota bene suka gak suka, Jkw merupakan petugas partai PDIP dan kursi presiden yang diraihnya oleh sebab diusung oleh Ibunda Puan Sang Ketum serta faktanya berhasil sebagai presiden 2 periode, dan tentu faktor lainnya terkait Jkw – Puan secara kolegial dan fungsional ( kolektif kolegial ) amat kuat posisinya dalam konteks pelaksanaan tatanan pemerintahan ( eksekutif dan legislatif ). Maka teramat aneh jika tiba- tiba Jokowi malah merangkul Ganjar untuk Capres pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V relawan Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Sabtu, 21 Mai 2022

Politik Barrier Terhadap Anies dan Aniesphobia

Gejala gejala maraknya kecendrungan masyarakat kepingin Anies Bakal Capres 2024 ini nampak oleh Jokowi sendiri serta riil disaksikan partai-partai koalisi PDIP. Sounding atau pesan politik untuk Anies sangat menggema, Anies de facto dicintai oleh banyak kelompok orang, baik komponen relijius/ agamis maupun kelompok nasionalis atau dapat disebut kelompok lintas sara dan antar golongan dan jika melalui historis beralaskan data empirik, bahwa jagoan Jokowi atau PDIP. Ahok terbukti terhempas oleh Anies yang non partai namun dikerubuti oleh multi partai pada Pilgub DKI 2017. Dan nyata simpatisan Anies sejak menjadi Gubernur DKI. Jakarta 2017, terus lahir mengalir hingga saat ini, disebabkan semata – mata atas dasar sudut pandang objektifitas masyarakat, hanya bermodalkan keberhasilan memimpin dan membangun DKI Jakarta yang dinilai selain Anies pribadi low profile juga sebagai pekerja keras, dan cukup cerdas, serta relijius, kemudian penilaian terhadap dirinya terakumulasi menjadikannya sebagai tokoh publik yang naik daun dan mashur, karena faktor sentimental yang dibangun oleh ” sebagian tokoh politik dan para buzzer yang mengeroyoknya ” , namun mereka hanya bermodalkan berbagai data sumbang atau ecek- ecek, mengada- ada dan sangat subjektif serta diikuti sounding Aniesphobia dari para buzzer ( pendengung ) melalui loudspeaker namun tanpa objektivitas atau tidak memiliki dasar apapun

Skenario Politik yang Menciderai Demokrasi

Namun skenarionya harus seperti itu, dapat dipastikan tidaklah mungkin Megawati memihak Ganjar ? Ganjar untuk melawan putri kandungnya. Namun jika benar adanya, inilah jeniusnya rekayasa pilpres 2024 namun disayangkan amat mudah terbaca. Diantara ketiga hubungan emosional dampak politik Jkw selama dirinya berkuasa yang utama dan terpenting justru menurut Jkw dan Megawati serta koleganya adalah hubungan mereka dengan Anies. Karena jika Anies yang diprediksikan mayoritas publik sebagai kans pemenang pilpres lalu berkuasa, maka butuh ekstra pertimbangan pasca penyumpahan Anies selaku presiden. Tentunya segala kekuasaan penuh ” berada ditangannya”. Maka political aproachl terhadap multi partai dengan tujuan akhir terhadap sosok atau jati diri Anies, hal aproach ( negatif ) ini , atau lebih tepat jika diistilahkan sebagai propaganda – propaganda negatif, tentu dalam dunia perpolitikan, hal ini dapat dimafhumi sesuatu yang biasa dalam konsep politik kontemporer yang nyata berjalan di negara kita, walau tentu tidak dapat di jastipikasi. Politik obstruksi ini sebuah urgensi dan keharusan bagi Presiden Jokowi, Megawati, Prabowo, Ganjar dan kolega mereka untuk mem-barrier Anies, ini punya nilai primair dan strategis. Baik dengan cara politik merangkul Anies masuk kedalam barisan kelompoknya maupun mem- barriernya melalui pendekatan kepada partai-partai yang memiliki kesan kuat ( akan ) simpati terhadap Anies. Kekhawatiran ini mengingat latar belakang Anies, andaikan dirinya menang, pastinya akan dikawal oleh berbagai lapisan golongan, yang tentunya merupakan berbagai golongan pendukungnya sebagai kantong – kantong suara konstituen Anies for Presiden 2024, yang mana diantara kelompok atau golongan golongan dimaksud diprediksikan pada umumnya, akan disesaki, atau dipenuhi serta dipadati oleh para tokoh publik bangsa ini yang ” telah melihat secara transparan, mengalami atau merasakan ” bahwa rezim dibawah Jokowi telah banyak melakukan penindasan serta menimbulkan ” banyak korban ” serta korban tersebut diantaranya mungkin bisa saja diantara mereka sendiri. Oleh karenanya secara geo politik terkait kelompok barisan kekuatan Anies ini pun terdapat fakta sejarah, buktinya adalah dukungan masyarakat dan para ulama atau yang dalam perspektif politik negatif disebut ” politik identitas,” telah mengantarkan beliau meraih kursi DKI – 1 mengalahkan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017 – 2022, Ahok rival berat kuat dengan pameo politik ” memiliki modal uang yang tak memiliki seri” berakhir kekalahan, dan para pendukung Ahok banyak yang” mengalami kejang – kejang, ” dan perlu digaris bawahi pada saat pilgub 2017, Ahok sebagai inkamben atau Gubernur Kada DKI Jakarta, Walau kursi gubernur yang diperolehnya secara gratis karena dirinya pemangku jabatan wakil gubernur, lalu duduk menggantikan Gubernur Jokowi, oleh sebab sistim hukum Jokowi terpilih menjadi Presiden RI untuk periode masa jabatan 2014 – 2019, artinya saat itu Ahok memiliki banyak berbagai fasilitas, saat – saat menjelang pilkada DKI Jakarta berlangsung sebelum ada pejabat yang ditunjuk oleh Kementrian Dalam Negeri.

Jadi safetinya Anies oleh Jokowi yang mewakili induk semangnya serta para kolega, memang perlu secara ” khusus ” ditempel. Anies yang juga dikelilingi masyarakat aktivis pro penegakan hukum yang menuntut kepastian hukum dan berkeadilan selama kurun Jkw menjabat, maka memang Anies semestinya Ia rangkul namun tetap akan Ia waspadai, walau rangkul ini sekedar seremonial dan bersifat temporer atau tidak sungguh- sungguh mengingat tadi, yakni terkait “politik identitas” yang kalahkan jagoannya, yang juga jagoan PDIP Ahok dan latar belakang masa kepemimpinannya yang terkesan banyak beraroma tumpang tindih, tidak profesional dalam banyak bidang, dan khususnya dalam penegakan hukum, sangat amat tidak equal, banyak praktik hukumnya yang terasa suka – suka dan pilih tebang. Politik “seremonial” mungkin sudah dipraktikan oleh Jkw salah satu diantaranya melalui kehadiran Jkw mengecek sirkuit Formula E di Ancol pada , Senin 25 April 2022, dan tentunya Jkw dalam kerangka political aproach-nya juga kemungkinan akan hadir pada Grand Launching JIS/ Jakarta International Stadium, esok pada 4 Juni 2022. Hasil nyata maha karya Anies, hadir untuk tetap sebagai bagian politik seremonial, sekedar penghormatan keberhasilan pembangunan JIS, dan kita tunggu apakah Jokowi pun akan hadir jika diundang saat pembukaan Formula E berlangsung di Ancol, 25 Juni 2022 Jakarta Utara. Pengamat meyakini Jokowi juga akan hadir, walau semua ini sekedar politik seremonial sebagai salah satu ” black campigne” karena hanya topeng yang ” bertujuan kelak tusuk dari belakang”, namun agar Anies mau masuk ke gerbong Jkw dan kawan – kawan, termasuk ada terselip harapan bisa diandalkan Jkw sebagai road opener atau pembuka jalan bagi antisipatif masa depan keselamatan diri dan keluarga dan atau berikut kolega- kolega beserta para pengusaha hitam minyak goreng dan atau pengusaha dan atau penyertanya pejabat publik yang terpapar korupsi, andai Anies ternyata walau segala obstruksi sudah dilakukan namun Anies tetap melaju dan jadi presiden RI ke – 8

Maka oleh sebab ketakutan akan bayang bayang ” politik identitas berikut kelalaian dalam kebijakan – kebijakan masa lalunya, saat kelak kepemimpinan berganti dan daluwarsa sesuai Psl 78 KUHP belum terlampaui” tentu secara politik Jkw ( dan kolega ) terus akan tetap memainkan missi utamanya yakni menjadi bagian utama dari politik antisipatif preventif terhadap Anies atau tepatnya semodel jubah politik identitas* dengan cara politik pendekatan dalam framing obstruksi agar Jokowi atau kolega dan atau pengusaha korporet, para pengusaha yang ingin full mem- back up dari sisi finansial kepada para kandidat capres ( PA- Puan atau Ganjar – Erick Thohir atau Ganjar – Anies ) yang dimajukan oleh Jokowi dan atau oleh Megawati, atau kandidad Bacapres selain Anies, dalam asumsi opini Anies menjadi Bacapres ke – 3 karena dipenghujung ternyata partai – partai pendukungnya memiliki PT. 20 % .

Mereka yang memilki obsesi kompulsif ini umumnya adalah para pengusaha hitam, yang tetap ingin memiliki peluang terhadap kepentingan bisnis yang bersandar pada kursi kekuasaan atau kepemimpinan negara ini, dan mereka kelompok orang yang memiliki obsesi kompulsif, sebenarnya tanpa alasan , namun bisa jadi diantaranya mungkin adalah kelompok para oknum pejabat penyelenggara negara yang merasa mulai power sindrom serta para oknum dari segelintir orang atau para kolega penguasa yakni para pengusaha saat rezim ini berkuasa yang pernah melakukan atau mempengaruhi hal kebijakan politik presiden Jokowi demi keuntungan pribadi atau perusahaannya, namun berdampak negatif bagi ummat bangsa ini dan menimbulkan kesulitan keuangan atau perekonomian NRI. Hal kekhawatiran Jokowi serta kolega eks kabinet serta jajaran para penguasa yang kelak akan menjadi subjek hukum masyarakat biasa di negara, tentu bukan sesuatu kecemasan yang mengada – ada , oleh sebab ” faktor historis kebijakan – kebijakan yang lalu, bahkan kontemporer atau yang kini masih berlangsung negatif/ amburadul “, yang lalu Ia berobsesi dengan menghubungkannya dengan kebijakan kepemimpinan kelak, presiden yang baru “

Maka oleh karena berbagai pertimbangan yang cukup reasonabel bagi Jkw dan kawan – kawan dari sisi politik mereka kedepan, terhadap Anies yang punya kans besar memenangkan pilpres 2024 harus dicegah ke- ikut sertaannya sebagai bakal calon presiden kontestan pilpres ke- 3 pada 2024, dengan ” cara apapun ” pastinya melalui koordinasi semua partai – partai yang ada, utamanya Partai koalisi Jokowi yang identik sebagai koalisi PDIP dan terkait koordinasi politik ini sehubungan kecendrungan power sindrome, sudah Ia lakukan terhadap Ketum Golkar, PKB dan PAN dalam konteks poitik tunda pemilu 2024 melalui Luhut Binsar Panjaitan/ LBP. Dan selebihnya Jokowi dan para koleganya, saat ini dan kedepannya jelang 2024 tentu dipastikan bakal melakukan upaya – upaya koordinasi melalui lobi- lobi politik atau political aproach kepada partai – partai oposan ( PKS dan PD ) agar partai – partai yang ditengarai bakal menjadi calon pendukung Anies pada hajat atau kontestan Pemilu pilpres 2024 tidak mendapatkan Presidential Threshold 20% , *”jika pun Anies naga – naganya tak dapat dicegah karena keuatan dukunga rakyat daan parpol, maka terpaksa diupayakan Anies diikut sertakan menjadi bakal konstestan pemilu pilpres 2024, namun bersama gerbong mereka, dengan makna lain Anies sebagai calon yang berada dalam ” perspektif politik tetap dalam genggaman rekayasa Megawati & Jokowi”,* Anies akan diposisikan berada diantara PS atau atau Ganjar, namun cukup menjadi orang ke – dua atau wapres serta pada estimasi sebisanya adalah pihak “khusus yang tersingkir”, *selanjutnya andaipun asumsi atau prediksi pahit pasangan yang ada sosok Anies unggul suara, Anies bukan menjadi Sang Penguasa melainkan sekedar pribadi yang nice dan nunut, mirip sebagai Wapres RI saat ini KH.Maruf Amin* Namun akhirnya jika Anies pun sebagai kandidad bakal capres pada pilpres 2024 beserta pasangan bakal wapres yang artinya keduanya tidak atau terlepas dari arahan atau bukan tipe ideal bagi Jokowi dan Megawati. Maka Megawati dan Jokowi berdasarkan kepentingan bersama, hanya akan bergabung mencalonkan bakal presiden dan wapres yang sama – sama ” milik mereka berdua ” Entah PS – Puan atau Ps – Ganjar , bahkan bisa jadi PS- Jokowi, hal kebijakan mereka muncul semata – mata oleh sebab kebijakan dan latar belakang yang sama atau kepentingan yang sama demi melindungi masa lalu dan kepentingan politik kekuasaan kedepan atau tetap ikut berkuasa di 2024 – 2029. Mengapa ada pasangan alternatif lain yaitu PS. – Jkw , tiada lain karena masih kuat dugaan publik bahwa Jokowi diam-diam masih tetap ingin berupaya menggolkan missi 3 periode yang mulai redup dari berita, walau Megawati sudah terang terangan menolaknya, namun Jkw sebenarnya tetap masih menginginkannya ditambah signal kuat yang berupa intrik – intrik berupa suara – suara diantaranya daripada kelompok pro Jkw dari group aktivis 98 yang sepertinya masih memberi dukungan agar Jkw bisa memimpin selama 3 periode. Maka setidaknya bisa jadi diakomodir PS. – Jkw oleh Megawati, sebagai opsi karena faktor win win solusi antisipasi atau mencegah politik ” pecah batu Jokowi ” yang mendukung Ganjar yang dapat berakibat perpecahan kantong suara dalam tubuh Partai Banteng, atau demi kepentingan yang lebih besar pada kursi kekuasaan pemerintahan kedepannya yang tetap dalam genggaman Megawati dan partai koalisi yang tersisa ? Dan secara konstitusional berdasarkan pasal – pasal yang terdapat pada UUD. 45 yang dilarang terhadap presiden adalah menjabat lebih dari 2 periode. Namun presiden yang sudah menjabat 2 periode tidak ada larangan untuk menjadi Cawapres/ calon wakil presiden. Begitu pula wapres yang pernah menjabat selama 2 periode boleh menjadi Capres/ Calon Presiden