Keturunan PKI Masuk TNI Berbahaya? Ini Kata Mayjen (Purn) Tri Tamtomo

Polemik terkait perintah Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk menghapus syarat anak keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) tak boleh ikut seleksi calon prajurit TNI, semakin panas.

Berbagai kalangan mengapresiasi kebijakan Panglima TNI itu, meskipun tidak sedikit yang menentang. Praktisi hukum senior Eggi Sudjana termasuk yang menolak keras kebijakan itu. Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ini bahkan menegaskan akan menggugat Jenderal Andika Perkasa.

https://youtu.be/qX2_cUg1aaQ

Menyikapi tajamnya pro kontra “keturunan PKI bisa ikut seleksi prajurit TNI”, mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen (Purn) Tri Tamtomo turut menyampaikan urun rembug. Tri Tamtomo meminta Panglima TNI untuk menangguhkan kebijakan itu.

Menurut Tri Tamtomo, masalah keturunan PKI jadi prajurit TNI adalah “pekerjaan rumah (PR) kecil”. Sedangkan PR Besar bagi pemerintah, dan khususnya TNI, saat ini adalah menyelesaikan masalah Papua dan Papua Barat.

“Seleksi prajurit ini persoalan kecil, meskipun jika dibiarkan akan menjadi isu besar. Padahal persoalan besar yang jelas terlihat di depan mata adalah prajurit TNI yang gugur, penyerangan, evakuasi dan lainnya terus terjadi di Papua. Ini perlawanan bersenjata dengan kekuatan yang masif. Dengan atribut yang jelas, melakukan penantangan. Kami mohon kepada Panglima TNI dengan segala kearifan agar keinginan membolehkan anak PKI menjadi prajurit, untuk sementara ditangguhkan. Lebih baik kita fokus menyelesaikan masalah di Papua dan Papua Barat,” kata Tri Tamtomo (08/04/2022) dikutip dari itoday.

Tri Tamtomo memberikan catatan, perintah Panglima TNI itu memancing reaksi yang luas karena kurangnya kendali, koordinasi, komunikasi dan informasi (K3I) dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya.

“Bahwa dalam niat baik, belum tentu pelaksanaanya akan menjadi baik. Manakala K3i dengan kementerian/lembaga lain diabaikan, justru akan menjadi bumerang. Rencana Panglima TNI itu memunculkan reaksi yang luas karena K3I kurang,” tegas Tri Tamtomo.

Terkait K3I, Tri Tamtomo menegaskan, berdasarkan UU 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (PSDN), di dalam melakukan gunkuat (penggunaan kekuatan), TNI ada dalam satu kotak dengan Kemenhan.

Dalam hal ini, seharusnya Panglima TNI memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan. Menhan yang akan memutuskan terkait penganggaran TNI, rekrutmen, sampai dengan penggunaan sumber daya nasional lainnya.

“Soal penganggaran, rekrutmen, sampai dengan penggunaan sumber daya nasional lainnya, Menhan yang memutuskan. Keputusan pengangkatan (anggota TNI) justru dari Menhan. Apakah K3I Panglima TNI dengan Menhan sudah dilaporkan? Wallahualam. Di sini kita tidak bisa one man show. Harus dipahami, Panglima TNI dan Menhan bertanggungjawab kepada presiden. Presiden sendiri sudah bereaksi apa belum? Kita juga tidak tau,” beber Tri Tamtomo.

Bahaya Laten

Tak bisa dipungkiri, perintah Panglima TNI kepada panitia seleksi prajurit TNI, yang salah satunya perintah menghapus larangan menerima keturunan PKI, terkait kekhawatiran bahaya laten PKI.

Tri Tamtomo menegaskan tidak ada lembaga di Republik Indonesia yang dengan tegas menyatakan bahwa ideologi PKI sudah punah.

“Sejak 1965 hingga saat ini secara organisatoris PKI memang tidak ada di permukaan. Tetapi siapa yang bisa sekarang menyatakan bahwa paham ideologinya telah hilang, punah, atau lainnya. Tidak ada satu kementeriaan/lembaga di Republik yang menyatakan ideologi PKI itu punah,” tegas mantan Sekretaris utama Lemhanas ini.

Dalam hal ini, kata Tri Tamtomo, kewaspadaan terkait pengamanan tubuh TNI tidak boleh diabaikan. Mengingat prajurit TNI adalah bukan warga negara biasa, tetapi warga negara yang dikhususkan dalam rangka pertahanan negara.

“Tentu di sini harus ada parameter khusus yang tidak boleh digradasi, mulai dari seleksi prajurit TNI, sampai dengan penataan penyiapan pembekalan. Nah, kalau kita abai, tentunya ini akan menjadi bumerang, hari ini, besok, dan yang akan datang,” kata Tri Tamtomo.

Kepada Kementerian Polhukam, Tri Tamtomo meminta agar Kemenpolhukam yang membawahi 12 kementerian/lembaga harus bereaksi untuk menjemput bola. Menkopolhukam tidak bisa membiarkan Panglima TNI berjalan sendiri. Kemenkopolhukam harus melakukan perbaikan agar kegaduhan terkait isu PKI tidak muncul kembali.

“Panglima TNI hanya buka pintu. Kemenkopolhukam harus berbuat, jangan biarkan Panglima TNI jalan sendiri. Kita harus bangga, waktu lalu, ada forum solidaritas anak bangsa yang difasilitasi oleh Pak Susilo. Kebetulan saya terlibat. Saya sudah berinteraksi dengan Ilham Aidit, Kumboro, putranya Pak Oemardani, putrinya DI Panjaitan, dan pihak lainnya. Niatnya bagus, bagaimana rekonsiliasi bisa selesai, kemudian bisa membangun bangsa ini secara bersama-sama. Tentu tidak mudah. Ini harus ada tahapan-tahapan,” beber Tri Tamtomo.

Demi rekonsiliasi anak bangsa, secara khusus Tri Tamtomo meminta kepada pihak-pihak yang di masa lalu tereliminir, tergradasi, dan terdiskriminasi oleh kejadian masa lalu untuk menahan diri. Sehingga tidak membangkitkan luka lama perasaan dari pihak-pihak terkait lainnya.

“Lebih baik pernyataan-pernyataan semacam ‘aku bangga menjadi anak PKI’ itu ditangguhkan. Simpan dan hilangkan! Karena TAP MPRS XXV/1966 melarang seperti itu. Jangan juga digelar lagi pertemuan-pertemuan silaturahmi seperti yang digelar di Banyuwangi tempo hari, dan tempat lain. Ini jangan sampai terulang lagi. Nah bagaimana kementerian terkait harus membatasi ini semua, bahkan menghilangkan,” tegas Tri Tamtomo.

Lebih jauh Tri Tamtomo mengingatkan bahwa setiap pejabat sipil ataupun militer di dalam menggambil satu sikap dan keputusan harus hati-hati. Pejabat harus berpegang teguh pada UUD 45, UU Pertananan Negara, UU PSDN, dan UU Administrasi Pemerintahan.

“Itu ada ruang-ruang yang memang harus dipegang oleh beberapa pihak, tetapi secara sepihak ada yang langsung ‘nembak’ sendiri. Ini tidak benar. Ini harus ada kehati-hatian. K3I antara Panglima TNI dan Menhan harus meminta pertimbangan kepada presiden, melaporkan. Karena tidak bisa berjalan sendiri. Ini sensitif, kritis. Jika salah akan memukul diri kita sendiri,” tegas Tri Tamtomo.

Tri Tamtomo berharap, BPIP Lemhanas, Wantanas, kementerian/lembaga terkait sampai dengan perguruan tinggi, harus duduk bersama, untuk mencari konsep yang paling jitu supaya di kelak kemudian hari jangan ada anak bangsa yang tercederai kembali.

Di sisi lain, Tri Tamtomo mengajak semua pihak untuk menghargai langkah Panglima TNI. “Panglima TNI sudah memulai membuka keran, dengan segala resiko yang harus dihadapi. Kita hormat. Tetapi tolong jangan langsung ditohok, dibanting. Ini PR kecil, di mana PR besarnya harus diselesaikan oleh seluruh anak bangsa,” kata Tri Tamtomo.

Sementara terkait pihak yang ingin menyuarakan pendapat dan sikap terkait perintah Panglima TNI itu, Tri Tamtomo mempersilahkan menggugat kebijakan tersebut.

“Dari tokoh-tokoh yang akan menggugat kebijakan ini silahkan saja, itu kebebasan untuk berekspresi menyampaikan pendapat, bahwa ada hal-hal yang dilanggar. Silahkan saja. Kami bicara hanya memberikan satu gambaran utuh bahwa persoalan bangsa ini tidak hanya terkait golongan kelompok tertentu saja, tetapi kebersamaan tadi yang harus dibangun,” pungkas Tri Tamtomo.