Mengukir Prestasi tidak Bisa Ujug-ujug

Oleh: Andi Kusnanto (Kepala Sekolah SMK Pelita Bangsa Sumberlawang Sragen Jateng)

Catatan proses terukirnya prestasi pendidikan yang sudah diraih oleh Pejuang Pendidikan Nasional dari Kecamatan Sumberlawang Sragen Jateng yang wajib saya ceritakan dan jelaskan secara berkelanjutan sebagai upaya agar penikmat tulisan saya memahami dan mengerti sesuai dengan sudut pandang pembaca sendiri (sebab hal tersebut sebagai kewajiban saya merupakan seorang guru dengan No. NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan, sejenis NIP untuk ASN) : 6642754655110032 di data GTK Dapodik Nasional sejak Tahun 2011 yang kebetulan ditugaskan oleh Yayasan Pelita Bangsa Sumberlawang sebagai Kepala Sekolah sejak 1 Desember 2020).

Terpilihnya Rektor UNS pada Tahun 2011 – 2019 dari Dusun Kedungdowo RT. 04, Desa Hadiluwih Kecamatan Sumberlawang Sragen Yaitu Prof. DR. Ravik Karsidi, MS dengan segudang prestasi terukir jelas sebagai prasasti abadi sejarah UNS, sebagai tolok ukurnya yaitu mendapatkan penghargaan Academic Leader Award dari Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dan Penghargaan Internasional Honorary Citizen of City of Hartfort Washington Country, Wisconsin, USA (2018), bisa di cek dilink :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ravik_Karsidi#:~:text=Ravik%20Karsidi%20(lahir%20di%20Sragen,dan%20Pendidikan%20Tinggi%20Republik%20Indonesia.

Saya bisa bercerita seperti ini ibarat cinta walaupun, walaupun cinta kami (saya dan Paimin Tulus Hidayat Poerwoatmodjo) untuk mengenyam pendidikan dan lulus dari Kampus UNS belum terwujud, tetapi cinta tersebut wajib pelihara dan wajib dipupuk terus menerus siapa tahu suatu saat nanti bisa “ngampus” di Kampus UNS yang telah mendeklarasikan sebagai “Kampus Benteng Pancasila” sejak Prof. DR. Ravik Karsidi, MS menjabat rektornya.

Kira-kira apa hubungan korelasi prestasi tersebut di atas dengan keberadaan kisah 4 Sekawan yang saya ceritakan sebelumnya dan alhamdulillah dimuat di Koran Solopos pada edisi Minggu 13 Maret 2022 yang dimuat di Koran Solopos dengan link :

https://m.solopos.com/kisah-4-sekawan-pioner-kuliah-di-sumberlawang-sragen-1271852

Penjelasannya di antaranya sebagai berikut, walaupun penjelasan saya tulis tidak sebuah karya ilmiah, sebab kalau karya ilmiah wajib ada riset dan penelitian yang ada tolok ukurnya :

Pertama yaitu keeratan dan kesetiakawanan dari 4 Sekawan ini menjadi intens dan terus menerus menjadi acuannya, sebab memoar motto hidup Profesor Ravik Karsidi yang beliau tulis “Mengubah Nasib di masa yang akan datang kalau hanya seperti orang tuanya dulu, berarti tidak berubah, sebab Haji Sudoto (Almarhum) dan Hj. Sukasih (sebagai orang tua yang telah melahirkan sosok Rektor UNS berprestasi) hanya menginginkan putranya menjadi seorang guru, sudah tercapai ketika masuk IKIP Surakarta juga, namun dikarenakan sebagai yunior berinteraksi secara intens dengan Tokoh 4 Sekawan tsb.( 2 orang dari desa yang sama, dan 2 orang dari desa berbeda tetapi berdekatan, dan ketika saya berjumpa dengan Prof. Ravik Karsidi, beliau selalu menyampaikan salam kepada PTH. Poerwoatmodjo dengan pamggilan “salam buat Mas Poer”), maka beliau menjadikannya motivasi untuk meningkatkan kualitas dan prestasi dari sekedar guru saja.

Baca juga:  Waspada, Modus Memperpanjangn Kekuasaan Jokowi dengan Wacana Kembali ke UUD 45 Asli Melalui Dekrit Presiden

Point kedua yaitu, dialektika atau jam bertemunya para tokoh 4 Sekawan ini sangat intens dan terus menerus terjadi, penulis menangkap juga ada sebuah motivasi agar kelak suatu saat dari generasi berikutnya bisa menjadi seorang guru besar syukur-syukur menjadi seorang rektor.

Alasan ketiga yang bisa saya ajukan sebagai argumentasi adalah Ibunda dari Bapak Ravik Karsidi (Ibu Hj. Sukasih) dengan Ibunda Sunarti adalah seumuran dan masa kecilnya sering bersama, loo kok bisa?, hal tersebut terjadi karena Ibu Sunarti terlahir di Kedungdowo (Rumah Mbah Marto Taruno) berdekatan dengan Ibu Hj. Sukasih. Penulis yakin interaksi ini membawa dampak pola pikir dan perubahan konsep mereka untuk merencanakan masa depan generasi penerusnya. Penulis yakin banyak alasan-alasan lainnya yang masih misteri dari Prestasi Pendidikan di Kecamatan Sumberlawang Sragen Jateng tercinta, bisa juga penulis berkeyakinan alasan-alasan tersebut tidak diterima atau disanggah oleh para pelakunya (Insya Allah…. Masih ada waktu dan energi bersama kita pelajari agar sejarah tertulis lebih rapi, adil, partisipatif para pihak dan bisa sebagai acuan yang membacanyaπŸ™πŸ™πŸ™)

Harapan agar generasi berikutnya dari 4 sekawan sahabat tersebut bisa dilihat dari nama-nama yang diberikan kepada anak-anaknya ketika di saat mereka kuliah di IKIP Negeri Surakarta tersebut siapakah rektornya?

Sesuai dokumen sejarah Drs.Djuwadi / Drs. Juwadi ketika menerima gelar Sarjana Muda Ilmu Pendidikan yang Rektor IKIP Negeri Surakarta yang bernama Drs. Soemantyo Martohatmodjo yang ditandatangani di Surakarta tanggal 16 Juni 1970.

Setelah penulis cek dan ricek nama-nama dari anak-anak 4 Sekawan tersebut, maka saya menemukan sebuah nama yang hampir mirip dengan nama rektor IKIP Negeri Surakarta tersebut, yaitu anak ke-2 dari Pasangan Paimin Tulus Hidayat Poerwoatmodjo, SAg dan Ibu Sunarti bernama JAKA SUMANTA.

Setelah penulis cek dan ricek nama-nama dari anak-anak 4 Sekawan tersebut, maka saya menemukan sebuah nama yang hampir mirip dengan nama rektor IKIP Negeri Surakarta tersebut, yaitu Jaka Sumanta anak kedua dari Pasangan Bapak Paimin Tulus Hidayat Poerwoatmodjo dan Ibu Sunarti, setelah saya tanyakan memang benar bahwa semasa dalam kandungan masa itulah awal seorang Paimin mengidolakan kejeniusan dan semangat jiwa pejuang pendidikan seorang Drs. Sumantyo tsb, sehingga Pak Paimin bertekad dan akan memberikan nama anaknya yang nomor menjadi Yaitu “Jaka Sumantyo”

Baca juga:  Inilah Lawan Terberat Anies Baswedan di Pilpres 2024

Loo para sahabatku pasti heran kenapa jadi Jaka Sumanta (kayak nama orang Sunda? πŸ˜„πŸ˜), di situlah uniknya jaman itu, setelah penulis tanyakan kenapa berubah seperti itu?

Bapak Paimin menjelaskan bahwa Pada saat penulisan Ijasah Lulusan SDN Jati 1 Sumberlawang pada Tahun 1972, Bapak Nyamin ditunjuk sebagai penulis ijasahnya dikarenakan tulisannya sangat bagus dan rapi, harap diketahui penulisan Nama Ijasah Kelulusan pada zaman itu belum berbasis Akta Kelahiran yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), nama yang ditulis hanya disesuaikan dengan Nama Daftar Absensi hariannya para murid.

Ketika sampai daftar Absensi sebuah Nama “Joko Sumantyo”, Bapak Nyamin langsung berkonsultasi dengan Ibu Sunarti (saat itu guru lebih yunior), Bapak Nyamin berkata “Bu Narti, ini nama putramu saya tulis aja “Jaka Sumanta”,agar lebih mantap dan keren serta bisa lebih menggaung kuncoro (berperan cemerlang) dalam skala nasional Indonesia, wess too manutto aku(sudahlah manut dengan keyakinanku)”, langsung saat itu, Ibu Sunarti menjawab, menawi keyakinanne jenengan mekatten, dalem manutt Pak Nyamin (kalau Bapak Nyamin punya keyakinan tsb, saya mengikutinya”, langsung seisi ruangan mengamininya dan tersenyum semuanya”

Hikmah dan hal-hal positif ataupun sebuah motivasi bersama dari rangkaian cerita para pejuang pendidikan Kecamatan Sumberlawang Sragen Jateng tersebut adalah ketika mau mengukir, meraih dan mempertahankan sebuah prestasi, bersama kita wajib merencanakan jauh-jauh hari, mendiskusikan dengan sahabat/kawan kita yang senasib dan sepenanggungan serta berani untuk mulai mengawali sebuah langkah-langkah yang mungkin pada saat mengambil keputusan tsb kita belum mengetahui hasil di masa depan”,

Tetap semangat dan pantang menyerah dalam mewujudkan impian dan cita-cita bersama salah satunya lewat dunia pendidikan dan lewat pengabdian di Kecamatan Sumberlawang Sragen Jateng, teriring salam dan doa, semoga ditambahkan sehat walafiat, selamat dan sukses selalu… Gusti Allah SWT meridho niat kita bersama….
Bersambung…… πŸ™πŸ™πŸ™