Wartawan Senior FNN Edy Mulyadi yang mengatakan ‘jin buang anak’ tidak bisa dipidana karena tidak ada hukum yang mengaturnya.
“Dalam pendekatan azas legalitas hukum pidana bahwa seseorang tidak dapat dipidana bila tidak hukum yang mengaturnya (pasal 1 ayat 1 KUHP). Kalau ungkapan ‘Jin Buang Anak’ dipersoalkan secara hukum, sudah pasti ada ratusan hingga ribuan orang masuk penjara karena menggunakan idiom ini,” kata Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana Mastal kepada redaksi www.suaranasional.com, Rabu (26/3/2022).
Kata Eggi, ungkapan Jin Buang Anak juga ditujukan pada lokasi Ibu Kota Negara (IKN) menunjukkan tempat yang jauh dari Jakarta. Bahkan bagaimana layak IKN merupakan kawasan hutan, pertambangan batubara, yang penuh dengan lobang bekas tambang.
“Jadi ungkapan jin buang anak bukan ditujukan kepada suku, agama, ras, golongan, atau etnis tertentu,” paparnya.
Ungkapan Jin Buang anak tidak dapat diproses dengan ketentuan pasal 28 ayat (2) jo pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
“Mengingat, ujaran yang disampaikan bukan ditujukan kepada suku, agama, ras atau golongan. Ungkapan/idiom tersebut, ditujukan kepada masyarakat yang ada di Jakarta, untuk menggambarkan tempat lokasi IKN yang jauh, sepi bahkan seram (karena lokasi hutan dan tambang batubara yang meninggalkan banyak lubang),” jelasnya.
Kata Eggi, ungkapan jin buang anak tidak dapat diproses dengan dengan ketentuan pasal 14 atau 15 Tentang Tindak Pidana dari UU NO 1 THN 1946 . Sisi lainnya mengingat, lokasi IKN yang dijelaskan memang jauh dari Jakarta, dan dikuasai para taipan, lokasinya yang sepi adalah itulah fakta bukan kabar bohong or Hoax .
“Ungkapan Jin Buang anak juga tidak dapat diproses dengan pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Mengingat, Edy Mulyadi tidak pernah menunjukkan keĀbencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskrimĀinasi ras dan etnis tertentu,” ungkap Eggi.
Edy Mulyadi dalam paparannya, mengajukan kritik atas lokasi IKN yang terdiri dari kawasan hutan, perkebunan, dan tambang yang dikuasai taipan di Jakarta, yang jauh, sepi dan angker. Lokasi ini menurut WALHI dikuasai oleh Sukanto Tanoto, Hashim Djojohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra.
“Penyidik dapat berperan untuk memediasi agar perkara bisa selesai secara musyawarah dan mufakat, sebagai juga menerapkan SE KAPOLRI THN 2021 BULAN FEBRUARI TTG PELANGGARAN DARI UU ITE,” pungkasnya.