Budayawan Muhammadiyah Membolehkan Tahlilan setelah Kematian

Acara tahlilan setelah kematian mulai dari hari pertama, kedua, ketiga, ketujuh, ke-40 sampai ke-1000 tidak ada larangan dalam Islam.

“Tahlilan setelah acara kematian membaca ayat Al-Qur’an dan kalimat thayyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir). Ini artinya tidak ada yang dilanggar dalam Islam,” kata Budayawan Muhammadiyah Kusen dalam acara pengajian PC Muhammadiyah Dramaga dan PC IMM Bogor, Jumat (14/1/2022).

Menurut peraih gelar doktor dari Rusia ini, tahlilan merupakan cara Wali Songo menyebarkan Islam di Indonesia. “Warga Muhammadiyah di Padang Sumatera Barat mengadakan pengajian setelah kematian. Warga membantu dengan memberikan gula, beras kepada keluarga yang meninggal,” ungkapnya.

Kusen meminta acara tahlilan tidak perlu merepotkan pihak keluarga yang meninggal. “Jangan sampai ada keluarga yang mengeluarkan biaya banyak untuk tahlilan,” jelas Kusen.

Kata Kusen, tahlilan juga jangan diberi hukum sebuah kewajiban setelah acara kematian. “Hukumnya tahlilan boleh sepanjang tidak ada yang dilanggar dalam syariat Islam,” ungkapnya.

Selain itu, Kusen mengatakan wayang yang semula untuk acara penyembahan bisa menjadi sarana dakwah. “Wayang itu hukum bukan syirik,” pungkas Kusen.

Ia mengaku Muhammadiyah masih kering dalam masalah budaya. “Muhammadiyah gerakan mencerahkan dan berkemajuan harus menjawab persoalan budaya,” pungkasnya.