Habib Umar Al Hamid: Keturunan Arab Indonesia adalah Pribumi Tulen

Keturunan Arab Indonesia merupakan pribumi tulen yang sudah ada di bumi Nusantara sebelum kemerdekaan Indonesia bahkan telah berinteraksi dengan para raja serta warga setempat.

“Jadi sangat tidak relevan dan tidak baik mempermasalahkan pribumi dan non pribumi keturunan Arab, karena keturunan Arab Indonesia adalah pribumi tulen,” kata Ketua Umum Generasi Cinta Negeri (Gentari) kepada wartawan, Selasa (28/12/2021).

Keturunan Arab Indonesia merupakan pribumi tulen, kata Habib Umar terbukti sudah ada sebelum keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Orang keturunan Arab ratusan tahun lalu sudah beradaptasi, berinteraksi, berasimilasi dan kawin dengan puteri pribumi. Warga setempat jadi saudara ibu disebut oleh keturunan Arab, Akhwalna atau Akhwal (yang artinya saudara dari ibu).

Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia peranan keturunan Arab cukup menonjol, sebut MR. Hamid Alqadrie pembuat lambang burung Garuda, Imam Bonjol (bernama asli Ahmad Shahab), Sayyid Muntahar, pencetus Pramuka dan pencipta lagu Hari Merdeka dan lagu Syukur, dan lain-lain, A.R. Baswedan, pejuang dan bekas Menteri Muda Penerangan RI, Faradj Martak penyumbang rumah Proklamasi, dan masih banyak lagi tentunya.

“Sekali lagi, jangan mengkotak-kotakan sesama komponen bangsa. Itu sangat merugikan dalam kita berbangsa dan bernegara,” jelasnya.

Dikatakan Habib Umar, jika ada anak keturunan Arab yang bersuara lain, bukan berarti dia tidak mencintai Indonesia, tetapi lebih kepada kritik sosial yang membangun, agar Indonesia dalam koridor yang benar.

“Ayo kembali kepada persatuan dan kesatuan Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila,” papar Habib Umar.

Selain itu, ia mengatakan, pribumi keturunan Arab yang didominasi para tokoh agama serta saudagar ke Nusantara membawa pesan dan kesan dari Baginda Rasul Allah untuk berdakwa dan berniaga sehingga dengan mudahnya mereka dicintai oleh para pemangku adat dan raja di seluruh nusantara dan mereka mengikat tali kekeluargaan yang penuh dengan takthim dan ahlakul karimah.

“Di antara mereka diminta untuk menyunting tali kekeluargaan dengan putri-putri mereka di antaranya putri-putri raja serta tokoh dan pemuka adat dikarenakan para pendatang pribumi keturunan Arab tidak membawa istri dan akhirnya mereka menikahi wanita-wanita suku pribumi keturunan melayu serta menjalin kehidupan yang terhormat dengan memberi julukan pada keluarga suku pribumi melayu sebagai Ahwalna (yang artinya saudara ibu kita) pemberian dan pengangkatan predikat mulya tersebut tidak pernah dilakukan di atas bumi ini hanya di nusantara,” jelasnya.(red)