Konflik Munas XI ORARI Menurut Pandangan Generasi Milenial

Uncategorized

Munas XI ORARI yang digelar tanggal 26-28 November di Jakarta 2021 ricuh karena ada kubu salah seorang calon Ketua Umum ORARI yang memaksakan kehendak dengan voting terbuka, lalu mereka menguasai pimpinan sidang pleno, dan seenaknya merubah Jadwal Acara dan Tata Tertib Munas yang telah diputuskan, kemudian tindakan tersebut memicu menimbulkan kericuhan yang memakan korban, sehingga Munas dihentikan polisi tanggal 27 November 2021, pada kenyataannya kini nampaknya terindikasi memicu timbulnya konflik yang semakin meruncing, situasi tersebut di perparah dengan adanya perang opini di media sosial, yang salah satunya mencuatnya posting di Medsos, yang menyebutkan ada 6 Keputusan lagi dibuat setelah Munas berakhir tanggal 28 November 2021, padahal sampai batas waktu Munas berakhir hanya ada 3 Keputusan di persidangan Munas, yang berbagai postingan di medsos tersebut kemudian berkembang menjadi polemik bukan hanya dikalangan keluarga besar ORARI, melainkan juga dari para amatir radio maupun masyarakat awam.

Polemik itupun hingga mengusik nalar dari kalangan generasi milineal yang gandrung dengan aktivitas Radio Amatir, yang kemudian mereka juga angkat bicara menyampaikan keprihatinannya, salah seorang dari mereka, sebut saja Rony Praditya mahasiswa Fakultas Teknik Informatika salah satu Universitas Swasta terkemuka di Jakarta, yang juga memiliki hobby kutak-katik pesawat radio pemancar ini.

“Ya, meskipun saya belum menjadi anggota ORARI, tapi saya terus mengamati perkembangan organisasi hobby ini, melalui berbagai sumber informasi salah satunya dari kawan saya yang sudah aktif di ORARI, ”ucap Ronny Pradita yang juga koordinator Front Mahasiswa Bongkar Korupsi, saat dihubungi awak media, sabtu, 11/12/2021 di Jakarta.

Menurut Ronny, dari hasil penelusuran bersama rekan-rekannya, diperoleh informasi, bahwa sesungguhnya dari pihak internal ORARI, sudah ada upaya penyelesaian masalah dengan cara damai, upaya ini nampak dengan adanya keinginan dari pak Sutiyoso, Ketua Dewan Pengawas & Penasihat ORARI Pusat (DPP ORPUS) menyampaikan nasehat agar semua kubu colling down dulu dan memberi kesempatan pada ORARI Daerah (ORDA) yang belum MUSDA agar segera melakukan MUSDA, karena keabsahan peserta merupakan salah satu sumber kericuhan yang berakibat dibubarkannya Munas oleh Polisi, tapi Entah mengapa, nasehat beliau tersebut tidak digubris, bahkan mereka mengabaikan permintaan pak Sutiyoso, sebagai Ketua DPP ORPUS, malah menggelar Munas lanjutan di Bengkulu dan yang mengundang Pimpinan Sidang Pleno Munas XI ORARI yang sudah berakhir 28 November 2021,

“Dari informasi yang saya dapat, mungkin sesuai kontrak dari pasangan yang diduga sejak 7 (tujuh) bulan sebelum Munas keliling dan memberikan sumbangan (modus money politics) ke ORDA-ORDA, nah mengenai dugaan adanya transaksi politik ini, kami bersama dengan kawan-kawan dari Gerakan Banteng Milenial Anti Korupsi dan Poros Rawamangun, kemaren sudah mengadukannya ke Dewan Pengawas KPK,” ungkap Ronny.

Ia pun mendapatkan informasi bahwa Pimpinan Sidang Pleno Munas yang sudah habis waktunya mengundang Munas XI ORARI (Lanjutan) yang menurut beberapa Pengurus ORARI yang dihubungi tidak ada aturannya dalam AD/ART ORARI, sedangkan Munas Lanjutan mendapat izin penyelenggaraan dari Polres Kota Bengkulu, dan lebih lucu lagi bisa keluar izin juga dari Polda Bengkulu (ada 2 tingkat kepolisian yang memberi izin). Padahal Pengurus ORARI Pusat waktu dikonfirmasi mengatakan tidak meminta izin dan bahkan tidak menunjuk ORDA Bengkulu untuk menjadi tuan rumah Munas, karena sesuai AD/ART ORARI bahwa Munas diselenggarakan oleh Pengurus ORARI Pusat, nah inikan suatu tindakan yang inskonstitusional, dan ini dapat berimplikasi perpecahan ditubuh ORARI, yang dengan susah payah didirikan, dibangun dan dikembangkan oleh para amatir radio yang menghendaki satu wadah pemersatu demi untuk membentuk sikap disiplin, keteraturan, ketaatan, dan ketertiban dalam menggunakan spectrum frekwensi yang sangat terbatas keberadaannya.

“Nah mengenai Munas Lanjutan tersebut, Konon diduga dibalik perizinan ada Ketua ORDA Bengkulu yang anggota DPRD Kota Bengkulu yang merupakan salah satu ‘zombie’ Pimpinan Sidang Pleno Munas, yang juga adalah anak dari seorang tokoh masyarakat di Bengkulu, kondisi inilah yang bagi kami sangat tidak sehat dan sangat tidak bisa menjadi teladan bagi kami generasi milineal,” tegas Ronny.

Hal senada juga disampaikan Aldi yang juga seorang mahasiswa Fakultas Teknik di kawasan Tangerang, yang juga menggemari kegiatan Radio Amatir, di sela-sela kesibukannya sebagai anggota Pramuka, saat ditanya mengenai terjadinya indikasi konflik di Munas XI ORARI, ia mengatakan bahwa informasi yang dia dapat dari Media online, mengenai pertikaian tersebut, dirinya sangat menyayangkan hal itu bisa terjadi, yang dapat berimplikasi retaknya persaudaraan di internal ORARI.

“Mestinya hal itu tidak terjadi jika para peserta Munas XI ORARI menolak adanya dugaan pihak dari eksternal yang menghendaki ORARI berada di bawah ketiak partai politik, saya melihat ini suatu tragedy bagi demokratisasi yang terjadi di ORARI, dan pola ini saya berharap harus dihentikan, agar ORARI dapat diselamatkan dari upaya mengkooptasi ORARI dalam kepentingan politik, dan bahkan menyelamatkan ORARI dari perpecahan, ya, kami sangat berharap ORARI bersatu lagi ini demi keberlangsungan para amatir radio di republik ini, kalau ORARI sampai terbelah maka akan terjadi kekacauan pengguna spektrum ORARI, dan pemerintah harus bertanggungjawab donk,” pungkas Aldi. (*ismi)