Haris Azhar Sebut Polisi Ikut Memenangkan Jokowi di Pilpres 2019, Pengamat: Jokowi Menang Secara Curang

Uncategorized

Joko Widodo (Jokowi) memang Pilpres 2019 menang secara curang setelah ada pernyataan Direktur Eksekutif Lokatara Haris Azhar bahwa polisi ikut memenangkan mantan Wali Kota Solo di Pilpres 2019.

“Pernyataan Haris Azhar bahwa polisi ikut memenangkan Pilpres 2019 makin menguatkan Jokowi menang secara curang,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada www.suaranasional.com, Sabtu (23/10/2021). “Secara de facto Jokowi tidak presiden atas pernyataan Haris Azhar,” paparnya.

Kata Muslim, kebusukan Rezim ini makin terbongkar atas pernyataan Haris Azhar. “Percuma saja melaporkan ke polisi, mahkamah agung bahkan mahkamah konstitusi atas kecurangan Jokowi di Pilpres 2019,” jelasnya.

Rezim ini dalam menutupi kecurangan, kata Muslim masih mempertahankan relawan. “Biasanya setelah pilpres relawan bubar tetapi Jokowi masih mempertahankan para pendukungnya dalam bentuk organisasi dengan tujuan memberikan dukungan baik melalui penggalangan opini maupun turun ke jalan,” papar Muslim.

Menurut Muslim, keberadaan buzzerRp juga bagian untuk menutupi kecurangan Jokowi di Pilpres 2019. “BuzzerRp mendukung membabi buta Jokowi dan lawannya dituding radikal, kadal gurun (Kadrun),” jelasnya.

Sebelumnya, Haris Azhar menyebut polisi ikut terlibat dalam proses pemenangan Jokowi pada saat Pilpres 2019 berlangsung dua tahun lalu.

Haris Azhar mengakui bahwa dirinya sempat mendampingi salah satu anggota polisi yang bertugas mengamankan Pilpres 2019.

Haris Azhar mengatakan, anggota polisi tersebut memberitahu kepada dirinya bahwa ketika sedang bertugas, dia dikondisikan oleh pimpinan untuk memenangkan Jokowi saat Pilpres 2019 dengan tekanan.

“Saya sempet dampingi polisi yang coba mengungkap di tempatnya dia dikondisikan oleh pimpinan untuk memenangkan kelompoknya Jokowi waktu itu (Pilpres 2019), dan si polisinya malah ditekan,” kata Haris Azhar sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Refly Harun pada Sabtu, 23 Oktober 2021.

Haris Azhar kemudian mengungkapkan alasan dirinya tak tertarik untuk mendampingi tim sukses Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat mengajukan judicial review terhadap hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Haris Azhar kemudian menjelaskan ketiga alasan kuat sehingga tak menerima tawaran tersebut.

“Pertama, saya merasa bahwa timnya 02 (Prabowo Subianto) gak punya manajemen penanganan kasus yang baik. Yang kedua, yang pantas jadi saksi juga adalah si polisinya. Yang ketiga, saya punya sejumlah catatan terhadap beneficary owner dari 02,” ujarnya.

Haris Azhar mengungkapkan, tindakan polisi yang digiring untuk sejalan dengan kepentingan politik Istana memunculkan sejumlah kesimpulan miring.

Dia menyebut, polisi hanya akan bekerja jika ada tekanan publik, diperintah oleh atasan, dan ada imbalan dari pihak pelapor.

“Karena situasi yang tidak profesional ini merebak luas dan harus semacam ngerti tone atau harus ngeklik dengan Istana, akhirnya memunculkan sejumlah kesimpulan. Polisi itu penegakan hukum, dia akan bekerja kalau ada tekanan publik, disuruh sama atasannya dan dalam beberapa kasus ada uangnya,” katanya.

Haris Azhar juga mengakui bahwa dirinya pernah bekerja dalam tim reformasi birokrasi di Mabes Polri.

Akan tetapi, dia menemukan adanya benang kusut karena tim tersebut melibatkan hampir semua petinggi Mabes Polri, sementara aparat sipil dari polisi hanya berjumlah 34 orang namun tak diberi ruang gerak yang fleksibel.

“Saya dulu pernah dilibatkan dalam satu tim di Mabes Polri namanya reformasi birokrasi, tapi memang terlalu ruwet akhirnya karena bahannya tebal, melibatkan hampir semua pimpinan di Mabes Polri. Yang orang sipil dari polisinya cuma (mungkin) 34 orang, tapi mau bergeraknya juga susah,” ujar dia.

Haris Azhar menyebut, saat ini isu besar yang bermunculan adalah politisasi terhadap institusi polisi itu sendiri.

Sebab menurut dia, polisi diberikan senjata dan kewenangan khusus sehingga cenderung tak kebal terhadap godaan dari pihak ketiga.

“Sekarang ini isu besarnya adalah politisasi terhadap polisi itu sendiri, dan saya tahu betul gangguan dan godaan dari luar juga besar. Karena polisi megang senjata, megang kewenangan,” tuturnya.