Dirjen Bimas Islam Kemenag: Durasi Azan Juga Tidak Lama, Dikumandangkan Waktunya Saja

Uncategorized

Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menanggapi polemik suara azan di DKI Jakarta yang menjadi sorotan media asing. Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menegaskan azan adalah panggilan bagi umat Islam untuk menunaikan salat.

Suara azan ini juga tidak lama dikumandangkan dan hanya pada waktu tertentu saja.

“Azan adalah panggilan sholat, sehingga dikumandangkan pada waktunya. Durasi azan juga tidak lama,” tegas Kamaruddin Amin dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/10/2021).

Meski demikian, lanjut Kamaruddin, Kementerian Agama telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala.

Instruksi tahun 1978 diterbitkan seiring meluasnya penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/musala di seluruh Indonesia, baik untuk azan, iqamah, membaca ayat Al-Qur’an, membaca doa, peringatan hari besar Islam, dan lainnya.

Hal tersebut selain menimbulkan kegairahan beragama dan menambah syiar kehidupan keagamaan, Namun pada sebagian lingkungan masyarakat kadang juga menimbulkan ekses rasa tidak simpati disebabkan pemakaiannya kurang memenuhi syarat.

“Agar penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/musala lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik untuk beribadah kepada Allah,” jelasnya.

“Saat itu, tahun 1978, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan pengeras suara untuk dipedomani oleh para pengurus masjid/langgar/musala di seluruh Indonesia,” jelas Kamaruddin lagi.

“Saya menilai aturan ini masih relevan untuk diterapkan,” tegasnya.

Instruksi ini, kata Kamaruddin, antara lain mengatur tentang penggunaan pengeras suara ke luar dan ke dalam. Kumandang azan menggunakan pengeras suara ke luar karena merupakan panggilan.

Sedangkan kegiatan sholat, pengajian dan semacamnya menggunakan pengeras suara ke dalam.

“Jadi dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam,” paparnya.

Pada bagian akhir instruksi tersebut, ditegaskan bahwa ketentuan ini berlaku pada masjid, langgar dan musala di perkotaan yang masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen. Pada masyarakat pedesaan yang cenderung homogen, bisa berjalan seperti biasa.

“Sesuai dengan kesepakatan di daerahnya,” tandasnya.

Sehingga pada masyarakat yang heterogen, Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid Langgar dan Mushala, perlu dipahami. (pojoksatu)