NB Bak Pembuka Kran yang Tersumbat

Uncategorized

Oleh: Tardjono Abu Muas*

Dalam kehidupan keseharian kita, khususnya dalam kehidupan rumah tangga tentu tak asing lagi kita akan selalu berurusan dengan air. Tatkala instalasi saluran air di rumah tersumbat, maka mulailah ketidaknyamanan kehidupan seisi rumah akan segera terasakan.

Demikian pula, jika saluran penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya tak terkecuali penegakan hukum bagi para penista agama, maka sumbatan-sumbatannya akan terus menggumpal. Terkait dengan kasus yang sedang viral kali ini soal dugaan penganiayaan sesama penghuni rumah tahanan, yakni dugaan Napoleon Bonaparte (NB) yang menganiaya M. Kece (MK) bak pembuka kran saluran air yang tersumbat.

Maka tidak sedikit mengalir komentar dukungan tindakan NB terhadap MK. Tersumbatnya saluran penanganan hukum yang berkeadilan, khususnya terhadap para penista agama Islam selama ini dirasakan belum dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku. Terkesan ada pembiaran terhadap para penista agama Islam yang menista lewat media sosial tanpa ada tindakan tegas.

Tak pelak lagi, kasus dugaan penganiayaan NB terhadap MK yang motifnya dapat terbaca dari lima item surat terbuka NB dimana pada item keduanya NB menuliskan: “Siapa pun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allah-ku, Al-Qur’an, Rasulullah SAW, dan akidah Islamku. Karenanya, saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apa pun kepada siapa saja yang berani melakukannya”. Sikap atau komitmen NB ini, insya Allah, merupakan sikap pribadi NB dan sekaligus juga sikap seorang mu’min pada umumnya.

Sikap atau komitmen akidah NB yang demikian, tentu tak pelak lagi mendapat dukungan yang sangat luas karena khalayak selama ini merasakan saluran penanganan hukum bagi penista agama Islam belum ditegakkan sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.

Paling tidak, ada beberapa pelajaran yang dapat kita ambil di balik dugaan penganiayaan MK oleh NB di antaranya: Pertama, NB telah membuka mata hati kita bersama, khususnya bagi aparat untuk menegakkan hukum yang tegas tak terkecuali terhadap para penista agama Islam.

Kedua, NB telah berperan membuka kran hukum dengan caranya yang terukur untuk membuka saluran yang selama ini tersumbat, sebelum kasus yang tidak kita hendaki bersama terjadi gerakan massa menjebol saluran hukum yang tersumbat.

Ketiga, NB jika boleh digarisbawahi telah memberikan pelajaran berharga kepada kita dengan komitmen: “Aku aparat tapi aku Islam, maknanya aparat yang mengedepankan akidah Islam dalam segala urusan. Bukan, Aku Islam tapi aku aparat, yang maknanya model aparat seperti ini akan menomorsekiankan akidah Islamnya.

Terlepas dari banyaknya dukungan terhadap tindakan NB, ada pula yang kontra dan nyinyir menuliskan bahwa NB sedang mencari simpati dari kelompok tertentu. Boleh-boleh saja nyinyiran tersebut, namun sangatlah naif dan nista jika dikatakan tindakan NB ini hanya ingin mendapat simpati dari kelompok tertentu atau menggadaikan institusi.

Ketahuilah, bahwa komitmen akidah seorang mu’min tak berharap simpati dari makhluk karena bersifat fana atau sementara, sedangkan mengharapkan simpati dari Sang Pencipta makhluk, yakni Allah SWT yang bersifat adil dan abadi tentu yang diharapkan.

* Pemerhati Masalah Sosial

Bandung, 21 September 2021