Istiqlal Destinasi Wisata Baru

Tak Berkategori

by N Rizal Fadillah

Masjid itu tempat sujud, beribadah khusyu untuk menikmati dzikrullah. Suasana yang diciptakan harus menunjang kekhusyuan shalat dan dzikrullah tersebut. Masjid besar atau kecil berorientasi pada fungsi utama sebagai tempat ibadah. Kegiatan lain yang dilakukan tidak boleh keluar dari makna ibadah tersebut.

Masjid Istiqlal yang berada di ibukota negara dan menjadi masjid terbesar kebanggaan umat Islam tidak terkecuali. Asesori lingkungan harus mendukung kekhusyuan bukan semata bagus atau artistik. Perbaikan perbaikan merupakan hal yang wajar. Demi memaksimalkan fungsi peribadahan tersebut.

Ada hal menarik kini pada Masjid Istiqlal ini yaitu pertama dibuat lorong yang menyambungkan jalan ke Gereja Katedral. Disebut lorong silaturahmi. Kedua, lampu interior unik menyerupai hall pertemuan atau diskotik. Konon pencahayaan dengan sistem aplikasi. Canggih dan dapat diunggulkan.

Dipasangi 300 titik lampu utama dan 3300 titik lampu ambiens. Lampu menggunakan LED red green blue amber white (RGBAW). Ribuan lampu diberikan IP address yang masing masing mengendalikan 20 lampu. Settingan diatur melalui aplikasi Pharos dari smartphone yang dipegang oleh pengelola Masjid.

Keunikan tidak boleh membuat siapapun termasuk jama’ah datang ke Masjid untuk berwisata. Bukan menikmati ibadah di Rumah Allah. Hanya heritage atau monumen nasional yang kebetulan berfungsi sebagai tempat ibadah. Apalagi hanya mengagumi kedap kedip lampu warna warni.

Apa kurang besar dan megahnya Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ? Akan tetapi orang datang kesana untuk beribadah merebut jaminan Allah, bahwa beribadah di Masjid Nabawi seribu kali nilainya dibanding Masjid selainnya. Demikian juga dengan Masjid Al Haram yang diganjar pahala seratus ribu kali. Artinya, jama’ah datang untuk mendapat pahala besar dari Allah. Bukan berwisata dan sekedar untuk mengagumi kemegahan ekterior dan interior Masjid.

Lorong silaturahmi tidak memiliki guna signifikan terkait fungsi Masjid (maupun Gereja) karenanya sebenarnya tidak dibutuhkan. Begitu juga dengan sistem pencahayaan Masjid yang seperti hall pertemuan atau ruang diskotik. Keduanya hanya akan membawa Masjid Istiqlal sebagai destinasi wisata. Bukan tempat ibadah utama.

Ada benarnya bahwa Masjid bukan semata pusat ibadah tetapi juga pusat kebudayaan, akan tetapi kebudayaan disini tidak harus dengan memaksakan diri untuk beradaptasi pada nilai kemodernan hingga perlu kelap-kelip lampu.

Kembalikan pada fungsi pemakmuran Masjid sebagaimana aturan Al Qur’an yaitu untuk meningkatkan keimanan kepada Allah dan hari akhir, shalat dan berzakat, serta berani dalam menegakkan kebenaran ilahi, hanya takut kepada Allah. Bukan moderasi atau Wasathiyah dalam makna plintat-plintut khas Munafiqun.

Bila Masjid Istiqlal dimaksudkan untuk semata kemegahan atau kebanggaan dunia, maka esok mungkin ada pihak yang akan memfatwakan haram untuk sholat di Masjid Istiqlal. Meski tentu fatwa ini tidak berpengaruh besar, akan tetapi adanya hal demikian telah membuat cacat keberadaan Masjid yang direnovasi dengan biaya mahal tersebut.

Semoga Masjid Istiqlal itu adalah tempat untuk beribadah bukan untuk berwisata sekalian berjalan-jalan ke Gereja.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 15 September 2021

Simak berita dan artikel lainnya di Google News