Sastrawan Politik Sebut Alasan Jokowi Harus Mengundurkan Diri

Uncategorized

Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus mengundurkan diri karena penegakan hukum yang karut marut, ekonomi tidak meroket sebagaimana yang dijanjikan, dan membuat kegaduhan sesama anak bangsa.

Demikian dikatakan sastrawan politik Ahmad Khozinudin dalam artikel berjudul “Kenapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) Harus Mengundurkan Diri dari Jabatannya?”

Menurut Khozinudin, tidak ada yang menjamin tiga tahun kedepan penegakan hukum menjadi adil, ekonomi membaik, Jokowi berubah menjadi jujur, regulasi yang menghargai agama Islam, kegaduhan akan berhenti.

“Bahkan, kita semua justru lebih khawatir jika Presiden Jokowi menuntaskan jabatan hingga tahun 2024, hukum makin zalim, kondisi ekonomi tambah parah, kebohongan kian merajalela, konflik sosial karena regulasi yang kontra agama, dan perpecahan semakin parah,” paparnya.

Tuntutan pengunduran diri terhadap Presiden Jokowi didasari pada adanya kondisi objektif bukan subjektivitas tuntutan yang disadari atas ketidaksukaan pada pribadi Presiden.

Ahmad Khozinudin mengatakan, Presiden Jokowi diminta mengundurkan diri disebabkan utang Indonesia dari tahun ke tahun sejak periode pertama hingga periode kedua pada tahun kedua ini semakin menggunung. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah telah mencapai angka Rp 6.527,29 triliun pada April 2021, naik Rp 82,22 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 6.445,07 triliun.

“Utang Pemerintahan Presiden Jokowi sudah naik sebesar Rp 1.889,78 triliun sejak akhir 2014 hingga Januari 2019. Angka tersebut dihitung setelah Kementerian Keuangan mengumumkan total utang pemerintah pusat hingga Januari 2019 yang mencapai Rp 4.498,56 triliun. Adapun pada akhir 2014, posisi utang pemerintah berada di Rp 2.608,78 triliun,” jelasnya.

Untuk urusan kebohongan publik berupa janji-janji yang tidak ditepati, sudah terlalu banyak daftar janji kampanye politik tahun 2014 disusul kampanye politik tahun 2019, ditambah janji dan statement saat menjadi Presiden yang tidak terbukti.

“Soal data di kantong ada dana Rp. 11.000 Triliun, itu kabarnya sudah diketahui santero negeri. Andai saja yang bicara itu aktivis, mungkin sudah ditangkap dan dipenjara karena telah mengedarkan kebohongan, dijerat dengan pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana dengan ancaman pidana 10 tahun penjara,” jelasnya.