by M Rizal Fadillah
Benar bahwa proses hukum belum final, akan tetapi skenario politik mudah diraba. Semangatnya adalah dengan cara apapun Habib Rizieq Shihab (HRS) harus dihukum atau mendekam di penjara. Skenario inilah yang dinamakan zalim. Proses hukum hanya jalan untuk mewujudkan keinginan politik. HRS menjadi korban penistaan dan perlakuan tidak adil.
Sederhana saja adakah perbuatan yang dilakukan HRS adalah kejahatan yang sebanding dengan target penghukuman ? Hanya berkerumun dan soal kondisi kesehatan yang dianggap tidak terinformasikan. Peristiwa yang banyak dilakukan banyak orang termasuk Menteri dan kerumunan Presiden.
Orang sekeliling HRS, termasuk menantunya, ikut diadili dan dihukum, sementara Munarman mantan Sekum FPI dan pengacara HRS ditahan dengan tuduhan terorisme. Lebih brutal lagi enam pengawal HRS dibunuh aparat. FPI dijadikan hantu yang membahayakan dan menakutkan. Sebaliknya umat justru melihat FPI konstruktif dan berdayaguna. Pemerintah membuat framing yang dipaksakan.
Di berbagai daerah mulai muncul aspirasi bahkan aksi menuntut pembebasan HRS. Mereka mendatangi DPRD. Aksi di Bogor di samping ke DPRD juga langsung menyambangi Balai Kota untuk menemui Walikota. Bima Arya dinilai sebagai penyebab dari proses hukum HRS dalam kasus RS UMMI.
Penzaliman HRS dilakukan sejak sebelum hijrah ke Saudi. Berbagai cara diupayakan dari chat mesum palsu hingga beberapa laporan Kepolisian. HRS pun pernah dipenjara dengan tuduhan menghasut dalam kasus Monas tahun 2008. Terhitung 5 kali sebagai Tersangka. Selama di Saudi Arabia mendapat perlindungan dan keleluasaan meski tetap diganggu oleh kepentingan politik Indonesia sendiri.
Hukuman ringan pada kasus kerumunan Mega Mendung (denda 20 Juta) dan Petamburan (kurungan 8 bulan) disiasati dengan Banding oleh Jaksa Penuntut Umum yang berakibat putusan menjadi belum in kracht. Akibatnya HRS tetap harus mendekam dalam tahanan. Kini menanti Putusan kasus RS UMMI sedang dituntut JPU berlebihan 6 tahun.
HRS layak bebas. Hanya itulah, ketika persoalan politik menjadi utama, maka kelayakan dan keadilan dapat dikesampingkan. HRS harus dihukum. Jika putusan hukum Majelis Hakim ringan nantinya, maka JPU diduga tetap akan banding. Itu membawa “perpanjangan” penahanan HRS.
HRS adalah ulama yang terzalimi.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 12 Juni 2021