Kenapa Pemerintahan Jokowi Mau Pungut Pajak Sembako? Ini Penjelasan Staf Khusus Menkeu Sri Mulyani

Uncategorized

Di tengah masa sulit Pandemi Covid-19, Pemerintah RI yang dipimpin Presiden Jokowi akan memungut pajak sembako padahal item pajak ini sebelumnya tidak kena pajak.



Apa yang melatar belakangi kebijakan tersebut.





Berikut penjelasan resmi Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo



Ia tak membantah mengenai kemungkinan pemungutan PPN sembako.



Namun demikian, ia menegaskan pemerintah tidak akan membabi buta dalam memungut pajak.



Meski di sisi lain, pemerintah pun butuh uang akibat pandemi yang turut memberikan dampak pada pendapatan negara



Wacana sembako kena pajak pertambahan nilai (PPN) sampai di telinga asosiasi pedagang.



Tentu saja mereka protes keras.



Mengingat kebutuhan hidup dan perputaran ekonomi di masa sulit pandemi belum pulih.



Asosiasi pedagang pun menyampaikan protes kepada Presiden RI Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.



Pemerintah berencana menjadikan bahan pokok atau sembako sebagai obyek pajak pertambahan nilai (PPN).



Menanggapi hal itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) memprotes rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai obyek pajak.



Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri mengatakan, pemerintah diharapkan menghentikan upaya bahan pokok sebagai obyek pajak dan harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan.



“Apalagi kebijakan tersebut digulirkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit,” ujarnya melalui siaran persnya, dikutip Kompas.com, Rabu (9/6/2021).



Ikappi menilai, bila bahan pokok dikenakan PPN, maka akan membebani masyarakat.



Sebab, barang yang dikenakan PPN meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula.



Saat ini kata dia, pada pedagang pasar sedang mengalami kondisi sulit karena lebih dari 50 persen omzet dagang menurun.



Sementara itu, pemerintah dinilai belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan dalam beberapa bulan terakhir.



“Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100.000, harga daging sapi belum stabil mau dibebanin PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Ini malah mau ditambah PPN lagi, gimana enggak gulung tikar,” ungkapnya.



“Kami memprotes keras upaya-upaya tersebut dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di Indonesia, kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan anggota kami (pedagang pasar),” sambung dia.



Daftar Sembako dan Barang Kena Kenaikan PPN



Pemerintah Bakal mengenakan pajak untuk barang atau jasa yang dikecualikan dalam pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), salah satunya yakni sembako.



Hal itu tercantum dalam dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Beleid tak lagi menyebutkan sembako termasuk dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.



Adapun sembako yang bakal dikenakan PPN adalah:



Beras dan gabah



jagung,



sagu,



kedelai,



garam konsumsi,



daging,



telur,



susu,



buah-buahan,



sayur-sayuran,



ubi-ubian,



bumbu-bumbuan, dan



gula konsumsi.



Semula, barang-barang itu dikecualikan dalam PPN yang diatur dalam aturan turunan, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017.



Sedangkan dalam draft RUU pasal 4A, sembako dihapus dalam kelompok barang yang tak dikenai PPN.



Selain sembako, RUU KUP juga menghapus beberapa barang hasil tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai PPN.



Namun, hasil tambang itu tak termasuk hasil tambang batubara.



Kemudian, pemerintah juga menambah objek jasa baru yang akan dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan dan jasa asuransi.



Kemudian jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.



“Ketentuan mengenai jenis barang kena pajak tertentu, jasa kena pajak tertentu, barang kena pajak tidak berwujud tertentu dan tarif diatur dengan Peraturan Pemerintah,” seperti dikutip dari draf RUU tersebut, Rabu (9/6/2021).
(Tribunnews)