KKB Papua Dapat Sertifikat sebagai Teroris, Kapan Densus 88 Diturunkan?

Uncategorized

Masih ingat dokter Azhari yang diburu dan dibully sebagai teroris dengan massif saat ditetapkan sebagai target pengejaran Densus 88? Nah, kini pun mayarakat menunggu Detasemen Khusus (Densus) 88 anti teror untuk turun tangan dan dalam pemberantasan melawan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.

Sudah lebih sebulan silam, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menetapkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai teroris tapi belum terlihat langkah untuk memberantas. Ada apa gerangan kiranya?

“Tentu saja Masyatakat luas bertanya-tanya, mengapa Densus 88 sebagai satuan khusus yang kerap memberantas para teroris belum ada langkah – langkah ke arah penyelesaian di lapangan?” tanya Pengamat Hukum Politik Suta Widhya SH, Senin (24/5) pagi di Jakarta.

Suta mengetahui bahwa Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengungkapkan bahwa pihak kepolisian masih tetap mengedepankan Satgas Nemangkawi untuk kegiatan pengejaran KKB di Papua.

Dengan ringkas Rusdi mengungkapkan, untuk sekarang ini, Densus 88 masih tengah fokus untuk menyelesaikan kasus eks sekretaris umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman dalam dugaan tindak pidana teroris.

“Apakah Munarman dianggap lebih berbahaya daripada KKB yang sudah bersertifikat Teroris? Sehingga perkara KKB masih dianggap kecil? Istilahnya “Sampai saat ini masih berjalan seperti biasa,”  seperti kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu, 19 Mei 2021?” tanya Suta kembali.

Sepertinya Rusdi tidak anggap pengakuan Pendeta Jupinus Wama yang telah mengungkapkan kekejaman dari teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang ada di Papua. Sang Pendeta bilang teroris tersebut bukan hanya merusak fasilitas umum dan rumah warga sipil, tetapi juga lakukan perbuatan keji, yakni perkosa para gadis desa yang ditemui.

“Secara hukum sikap pihak penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat saat ini tidak Presisi apalagi memberlakukan equality before the law di lapangan. Untuk pakai sendal saja seorang Munarman tidak sempat persis nasib Minke dalam buku Bumi Manusia yang dijemput oleh pasukan Morse dulu, ” ujar Suta membuat komparasi perlakuan yang diterima Munarman.

Agar diketahui bahwa pernyataan Pendeta Jupinus tersebut diunggah oleh salah satu warganet pengguna jejaring media sosial Twitter dengan akun @AgoesAguss. Dalam video berdurasi 45 detik tersebut, Agud mengatakan bahwa salah satu pendeta bersaksi atas kekejaman KKB di tanah Papua terhadap warga sipil.

Agus menyatakan keheranannya lantaran Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) melempem bak kerupuk alot dan tidak membela korban dari kekerasan atau pemerkosaan yang terjadi tersebut.

“Yang aneh menurut Agus mengapa pula lebih terdengar suara aktivis HAM yang memberi simpati dengan membela teroris KKB yang mengatas namakan dirinya sebagai Organisasi Papua Merdeka (OPM)?” lanjut Suta.

“Cerita bapak pendeta,.. KOMNAS HAM perduli apa sama mereka. KOMNAS HAM malah membela OPM/KKB.. #BubarkankomnasHAM,” tulisnya dikutip pada Kamis, 6 Mei 2021.

Dalam video yang diunggah, Pendeta Jupinus mengungkapkan bahwa di sekitar tempat dia tinggal, tidak hanya sekolah dan rumah yang hancur, namun gadis di desa juga ikut hancur lantaran diperkosa oleh KKB Papua.

Pendeta Jupinus mengatakan bahwa yang hancur itu bukan hanya sekolah saja, kita punya anak-anak perempuan juga sudah hancur (diperkosa), kita dan rumah juga sudah hancur semua.

Syukurlah sekarang ini kondisi di kampungnya sudah berangsur pulih lantaran aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertindak cepat memberantas kelompok bersenjata tersebut. Dan perangkat desa pun mulai memanggil kembali sejumlah orang dan keluarga yang sempat mengungsi dan melarikan diri ke tempat aman.

“Tapi mereka (KKB Papua) sudah pergi. Jadi sekarang sudah aman karena bapak-bapak (aparat TNI-Polri) sudah datang. Jadi kita panggi kembali keluarga dan guru-guru yang sempat mengungsi,” ujar sang Pendeta.

Pendeta Jupinus meminta kepada pemerintah terkait untuk segera mendukung aktivitas warga setempat dengan memanggil guru dan membangun kembali sekolah yang rusak agar aktivitas warga setempat bisa berjalan dengan normal kembali.