Tolak Kabulkan Permintaan 51 Guru Besar Terkait UU KPK, Aktivis Malari 74: MK di Bawah Ketiak Rezim Jokowi

Uncategorized

Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah ketiak Rezim Joko Widodo (Jokowi) yang menolak permintaan 51 Guru Besar untuk mengabulkan uji materi UU KPK.

“Publik mudah membaca MK akan menolak permintaan 51 Guru Besar yang meminta untuk mengabulkan uji materi UU KPK. Saat ini semua lembaga negara termasuk MK di bawah ketiak Rezim Jokowi,” kata aktivis Malari 74 Salim Hutadjulu kepada www.suaranasional.com, Rabu (5/5/2021).

Kata tahanan politik era Soeharto ini, sejak hasil Pilpres 2019 rakyat sudah tidak percaya MK. “MK sudah menjadi kepanjangan tangan penguasa,” paparnya.

Menurut Salim, pasca MK menolak uji materi UU KPK membuat lembaga antirasuah semakin melemah. “Para koruptor sangat senang dengan lemahnya KPK,” jelas Salim.

MK memutuskan untuk menolak seluruhnya permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diajukan mantan pimpinan KPK.

Mereka yang mengajukan gugatan adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.

Adapun, MK telah membuat putusan terkait uji formil. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman.

Adapun penolakan itu didasarkan beberapa pertimbangan majelis hakim konstitusi dari berbagai dalil permohonan yang diajukan pemohon.

Antara lain, mengenai UU KPK yang tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Polegnas) DPR.

Mahkamah menilai dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Sebelumnya 51 Guru Besar mengirimkan surat terbuka untuk Mahkamah Konstitusi. Isinya, memohon Mahkamah Konstitusi agar mengabulkan permohonan uji materi UU KPK hasil revisi.

Salah satu perwakilan koalisi, Emil Salim, mengatakan nasib pemberantasan korupsi sedang berada di ujung tanduk. “Sebagaimana yang dapat kita lihat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 lalu, Bapak dan Ibu Yang Mulia Hakim Konstitusi. Jika ditarik sejak pembentuk undang-undang merevisi UU KPK, berturut-turut permasalahan datang menghampiri badan antikorupsi yang selama ini kita andalkan,” ujar dia, Jumat (30/4/2021).

Emil mengatakan, alih-alih memperkuat, eksistensi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 justru memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Situasi ini sangat bertolak belakang dengan cita-cita pembentukan KPK yang menitikberatkan pada upaya pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.