Sastrawan Politik: Kapal Selam Nanggala 402 Tumbal Kekuasaan Bodoh & Zalim

Uncategorized

Tenggelamnya kapal selam Nanggala 402 dan 53 awaknya dapat disimpulkan adalah tumbal dari rezim bodoh, rezim zalim, rezim ruwaibidhoh. Kekuasaan yang bodoh, tak memperhatikan rambu agama dan rambu saintis, yang kekuasaan itu menyebabkan celaka seluruh rakyatnya.

Demikian dikatakan sastrawan politik Ahmad Khozinudin dalam artikel berjudul “KRI Nanggala: Tumbal Kekuasaan Bodoh dan Zalim.”

Dalam kasus KRI 402 Nanggala, kata nampak sekali aspek saintis tidak diperhatikan, seperti adanya technical error sebagaimana dijelaskan oleh Prof Daniel Muhammad Rosyid. Ini bukan soal teknis semata, patut diduga ada kezaliman dalam masalah teknis saintis ini.

“Misalnya, kita patut menduga adanya pengabaian masalah maintenance kapal, tidak dialokasikan anggaran maintenance, atau bahkan korupsi anggaran sehingga hal penting ini tidak diperhatikan. Belum lagi, prioritas kebijakan yang tidak dibangun berdasarkan perencanaan yang matang, hanya sibuk mencari ‘WAH’ untuk parodi pesta kejumawa,” paparnya.

Kata Ahmad Khozinudin, kebodohan penguasa ini terlihat divestasi tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi hanya senilai Rp 824 miliar. Padahal, biaya investasinya Rp. 4,7 Triliun. “Dimana letak saintis dalam model pengelolaan tol semacam ini ? Untuk apa uang dihambur-hamburkan seperti ini ? bukankah lebih urgen untuk biaya maintenance kapal?” kata Khozinudin.

Kebodohan dan kezalim penguasa, menurut Ahmad Khozinudin terlihat menolak lockdown saat awal pandemi, menerapkan PSBB tetapi TKA China dibiarkan masuk. “Melarang mudik tapi membolehkan pulang kampung, melarang mudik tapi membuka pariwisata, hingga mempersoalkan kumpul-kumpul Maulid Nabi Muhammad Saw tetapi membiarkan bahkan hadir di acara pernikahan artis,” pungkasnya