Bikin Resah, Masyarakat Tambrauw Papua Barat Minta Pemerintah Segera Tutup Pos Satgas TNI Pamrahwan Yonif RK 763

Uncategorized

Masyarakat Tambrauw Provinsi Papua Barat dibuat resah oleh hadirnya aparat keamanan di pos satuan tugas (satgas) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Keresahan tersebut dipicu oleh oknum aparat yang bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat di sana.

Demikian dikatakan Juru Bicara Partai Adil Makmur (PRIMA) Arkilaus Baho dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Selasa (13/4/2021). “DPK PRIMA Tambrauw, Moses Yewen dianiaya oleh dua oknum satgas pada Jumat 9 April 2021 di warung makan milik Danramil Fef, tak jauh dari pos satgas TNI Pamrahwan. Akibatnya, korban mengalami luka lecet di sekujur tubuh akibat diseret. Insiden tersebut memicu protes,” ungkapnya.

Sabtu 10 April 2021 di Fef Ibu Kota Kabupaten Tambrauw, warga berkumpul didepan Pos Pamrahwan Yonif RK 763 melakukan protes kepada TNI, mereka memalang dan menutup Pos TNI dimaksud dan mendesak pihak TNI memproses hukum pelaku, serta penutupan pos.

Pantauan dari PRIMA setempat, protes dari warga tersebut bukan tanpa alasan, tetapi merasa resah dengan hadirnya aparat di daerah mereka.

Dalam Tahun 2021 ini saja, tercatat sudah lebih dari dua kasus kekerasan. Penganiayaan terhadap Yusmani Yesnath dan Tomi Yekwam pada 1 Januari di distrik Syubun. Sebelumnya kekerasan terhadap 4 warga Kosyefo yang dianiaya di Kampung Kwoor pada 28 Juli 2020. Pada Tahun 2019, Yakobus Yewen mengalami kekerasan di kampung Syufun dan Yohanis Yekwam di Fef, pelakunya oknum TNI.

Pada 2018 oknum TNI menganiaya 3 orang dan mengintimidasi 2 orang warga Bamuswaiman, yaitu Matias Yekwam, Agus Yekwam dan Adolof Yesnath dianiaya sampai babak belur, kemudian oknum anggota TNI dimaksud memotong (iris) kulit ketiga korban dengan silet lalu mengoles garam pada lukanya. Dua warga lain yang diintimidasi juga adalah Yesaya Yekwam dan Petrus Yesyan.

Kekerasan di Tambrauw ini meningkat, sebagaimana keluhan warga kepada pengurus DPK PRIMA, banyak anggota TNI dimobilisasi organik dan non organik yang ditempatkan pada Pos-Pos Satuan Tugas (Satgas) untuk pengamanan proyek-proyek pemerintah semenjak Tahun 20214, dan Koramil baru di beberapa distrik serta Kodim yang baru dibangun pada tahun 2019-2020.

Menurut masyarakat, kekerasan ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana warga Tambrauw hidup aman-aman saja, tanpa adanya kekerasan aparat terhadap masyarakat sipil.

Warga Tambrauw hidup secara damai dan teratur dalam sitem sosialnya. Orang-orang Tambrauw yang terdiri dari Suku Miyah, Ireres, Mpur dan Abun serta komunitas suku Byak Tambrauw, Suku Moy Klin sebagia kecil.

Peradaban masyarakat setempat hidup teratur dalam tradisi adat dan agama sebelum hadirnya oknum aparat negara yang arogan dan bikin resah.

Untuk itu, PRIMA mendesak agar oknum TNI arogan segera diberi sanksi dan usut tuntas kekerasan yang terjadi selama ini di Tambrauw dan Tanah Papua secara menyuluruh.

“Pos-pos aparat dan bentukan satgas yang mengedepankan pendekatan teritorial keamanan, diganti dengan pendekatan kultural dan kesejahteraan. Caranya, melalui kelembagaan politik Dewan Rakyat Papua sebagai pijakan nilai-nilai Pancasila adalah solusi mengatasi masalah di negeri ini,” pungkas Arkilaos.