Pengacara Gus Nur Pesimis Kliennya Dapat Keadilan

Uncategorized

Terdakwa Sugik Nur Raharja alias Gus Nur pesimis mendapat keadilan kasus yang menimpanya.

“Keadilan yang akan digali melalui fakta dan bukti hukum melalui materil waarheid atau kebenaran yang sebenarnya untuk diungkap dihadapan persidangan Gus Nur, kami nyatakan pesimis untuk didapat oleh masyarakat umumnya para pencari keadilan,” kata pengacara Gus Nur, Damai Hari Lubis dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Selasa (9/3/2021).

Gus Nur pesimis mendapat keadilan, kata Damai ketika Refly Harun sebagai produser dan penyebar alat bukti narasi pada video Youtube kasus Gus Nur tidak dijadikan tersangka atau terdakwa. “Refly Harun malah jadi saksi a charge dan hadir pada persidangan, namun Gus Nur sebagai terdakwa dilarang hadir,” papar Damai.

“Logikanya kami para pengacara advokat dari Gus Nur semstinya dapat meyakini keadilan bisa didapatkan, karena pencarian keadilan itu ada lembaga media khusus mencari keadilan.”

Damai mengatakan, Gus Nur sendiri tidak pernah dihadirkan orang yang sepatutnya membela diri. Alasan Protokoler sudah terbantahkan daripada kehadiran para hakim dan para advokat di setiap persidangan.

Secara notoir feiten (sepengetahuan umum) ada pelaku penyertanya atau delneming atau orang yang bersama sama dengan Gus Nur melakukan hal sehingga proses hukum dakwaan oleh JPU ini berjalan, yaitu Refly Harun/RH Sang Produser Video/ Youtuber eks Komisaris BUMN

“Namun ternyata RH yang medepleger (turut melakuakn) yang fakta hukum, tanpa RH tidak akan terjadi delik, faktanya justru dijadikan saksi a charge (yang memberatkan) dader/ pleger terdakwa Gus Nur terhadap pelanggaran pasal 27, 28 Jo pasal 45 delik UU. ITE, semestinya RH. turut serta sebagai pelaku sesuai pasal 55 KUHP, karena RH sebagai pemilik property atau produser dan sekaligus sebagai penyebar video yang narsumnya adalah terdakwa,” paparnya.

Kata Damai, secara hukum apapun alasannya selain Refly Harun tidak dijadikan tersangka atau terdakwa termasuk gejala praktek dari sistem peradilan a quo yang transparan melanggar due process of law.

“Pastinya telah mencederai hukum itu sendiri, oleh sebab hukum terdakwa yang memiliki hak untuk pembelaan atas dirinya serta secara hukum saat ini masih dinyatakan tidak bersalah berdasarkan asas hukum presumption of innocent,” pungkasnya.