Ada Dugaan Pemalsuan Dokumen APHB dalam Penguasaan Tanah di Dusun Pule Lamongan

Perkembangan perumahan yang murah dengan fasilitas hingga DP nol persen membuat banyak orang tergiur ingin mendirikan perumahan murah. Entah dengan memulai dari beberapa petak kavling sampai memalsukan dokumen APHB.

Dari hal tersebut di atas sampai terjadi pelaporan mengenai penguasaan tanah dengan memalsukan APHB (Akta Pembagian Hak Bersama) yang dilakukan oleh SDR (44) pegawai honorer di dinas Bapenda kabupaten Lamongan.

Yang dipalsu sebagian Dokumen lampiran pengajuan APHB di antaranya tanda tangan saudara Jayus di beberapa dokumen dan dokumen Keterangan domisili yang menyatakan Ibu sdr. Subandi berstatus janda

Di mana jika lampirannya pengajuannya palsu maka dapat diduga produk APHB nya palsu, karena dalam proses pengajuannya ada perbuatan melawan Hukum.

Sehingga dari pihak salah satu ahli waris yang satunya diwakili Subandi dari Dusun Pule, Desa Bakalanpule , kecamatan tikung melaporkan ke SPKT Polres Lamongan pada tanggal 05 Januari 2021 tentang Penyerobotan tanah dan atau Pemalsuan Dokumen oleh SDR karena meyakini ada pemalsuan APHB. Pasal yang dikenakan yaitu 385 dan atau 263 dan atau 266 KUHP.

“Ada perangkat Desa yang memberi tahu saya yaitu Sutrisno yang pernah menerbitkan surat APHB palsu itu sesuai keterangan SDR bahwa ada tentang laporan pembuatan surat APHB tersebut. Bahkan dalam surat tersebut ada nama Djayus (Kepala Dusun) yang tidak pernah merasa menyaksikan apalagi menandatangani surat APHB tersebut pada para pihak atau para ahli waris,” Demikian Subandi menjelaskan kepada wartawan MCE

Djayus, S.Pdi sendiri pada bulan 05 Pebruari 2022 juga ikut melaporkan SDR karena merasa dicatut namanya dengan laporan SPKT ke Polres Lamongan tentang membuat dan atau menggunakan surat palsu. Pasal yang digunakan yaitu 263 ayat 1 dan atau ayat 2 KUHP.

Oleh karena belum puas dari keterangan di desa Subandi mencoba mencari tahu ke kecamatan tikung dan ditemui pegawai yang bernama Kholik. Dari keterangan Kholik mengatakan bahwa apa yang sudah di buat kecamatan sesuai dari keterangan pihak d Desa. “Saya tidak tau mas tentang pemalsuan tanda tangan sebab dari pihak Desa itu sudah lengkap semua,” Demikian Kholik menjelaskan.

Setelah diteliti lagi oleh Subandi ada lagi keterangan palsu yang lainnya yaitu tentang lampiran surat keterangan janda tahun 2005 serta surat kematian juga pada tahun yang sama, padahal bapak saya meninggal itu tahun 2007 Sehingga surat APHB palsu itu dibuat alat untuk menggugat di pengadilan juga dibuat alat untuk dijual di pihak lain termasuk mengkavling tanah tersebut bahkan dijual kepada dua orang yang bernama Bakri dan Nan lima tahun lalu.

Sehingga kedua orang tersebut juga melaporkan SDR ke kepolisian tentang penipuan dan penggelapan. Tetapi akhirnya dilakukan mediasi yang akhirnya terlapor SDR mengembalikan uang Rp180 juta yang pernah dia terima.

Pelaporan dari Subandi yang sudah masuk ke kepolisian Minggu depan sudah masuk penyidikan sehingga Minggu berikutnya kemungkinannya bisa dijadikan tersangka karena menggunakan alat APHB palsu sehingga dari saksi bisa jadi tersangka.
(Rinto caem)