Catatan Kezaliman Terhadap Gus Nur

[Catatan Pembelaan Hukum Terhadap Gus Nur]

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur

Sugi Nur Raharja alias Gus Nur dipersoalkan secara hukum dengan ketentuan pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2019 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Gus Nur terancam pidana 4 tahun berdasarkan pasal 45A ayat (3) dan 6 Tahun berdasarkan pasal 45A ayat (2) UU ITE.

Soal yang dipermasalahkan adalah kritik Gus Nur terhadap NU yang menganalogikan NU seperti seperti Bus Umum, Sopirnya mabok (Sudara Sa’id Aqil Siradj dan Ma’ruf Amin), kondekturnya teler (Abu Janda), keneknya ugal-ugalan, penumpangnya sekuler, liberal, joget dangdut bersama biduanita tak menutup aurat, menjaga gereja, dll. Karena kritik itulah, Gus Nur ditangkap dan dipenjara.

Berikut ini, kompilasi berbagai kezaliman yang dialami Gus Nur :

Pertama, Gus Nur langsung ditangkap dan dipenjara. Tidak ada proses pemanggilan, pemeriksaan pendahuluan, tapi langsung di tangkap, dijadikan tersangka dan dipenjara.

Beda sekali dengan perlakuan polisi terhadap Abu Janda dan Deni Siregar yang begitu santun, menghormati hak hukum Abu Janda dan Deni Siregar, hanya memanggil dan memeriksa, tidak pernah ditetapkan menjadi tersangka apalagi di penjara. Polisi keras terhadap Gus Nur dan berlemah lembut terhadap Abu Janda dan Deni Siregar.

Kedua, sejak ditangkap tanggal 24 Oktober 2020 dini hari, langsung dibawa ke Jakarta perjalanan darat 11 jam. Tanpa istirahat, langsung di BAP hingga jam 11 malam, dan ujungnya langsung naik pangkat jadi tersangka dan dipenjara.

Sebuah pemeriksaan yang menyiksa fisik dan psikologi Gus Nur, bertentangan dengan HAM tetapi begitu dilaporkan ke Komnas HAM tak ada penyelidik atau minimal permintaan klarifikasi Komnas HAM kepada kepolisian. Sikap Komnas HAM menambah kezaliman yang dialami Gus Nur.

Ketiga, sejak ditangkap dan ditahan pada 24 Oktober 2020 hingga saat ini, keluarga Gus Nur tak dapat menjenguk Gus Nur. Gus Nur ‘diisolasi’, bahkan kuasa hukum pun terhalang untuk bisa menemui Gus Nur sekedar untuk konsultasi untuk penanganan kasus.

Gus Nur tak dapat menyelesaikannya sejumlah amanah kegiatan sosial, karena statusnya yang ditahan. Padahal, pendanaan untuk sejumlah program sosial seperti bedah rumah, renovasi masjid, bantuan sosial kemanusiaan, membutuhkan otorisasi tanda tangan dari Gus Nur.

Keempat, permohonan penangguhan Gus Nur sejak di Kepolisian, Kejaksaan hingga pengadilan diacuhkan. Padahal, Gus Nur tidak merugikan negara.

Kasus kebakaran Gedung Utama Kejaksaan Agung tersangkanya ditangguhkan, hanya dengan alasan ada jaminan istri. Sementara Gus Nur, bukan hanya istri dan keluarga, tetapi juga dijamin para ulama, keluarga tokoh nasional hingga anggota DPR RI, tetap juga ditahan.

Kelima, sejak sidang awal hingga sidang keenam, Gus Nur tidak dihadirkan di persidangan. Padahal, perintah KUHAP terdakwa harus dihadiri di persidangan.

Pengacara komplain, Gus Nur Komplain, bahkan hingga ada surat dari jaksa agar Gus Nur hadir di pengadilan, tetap juga diacuhkan. Gus Nur tetap berada di Rutan Bareskrim Polri.

Keenam, Saksi yang disebutkan dalam dakwaan sebagai korban, yakni lembaga NU dan Ansor, dan individu yakni Saudara Sa’id Aqil Siradj, Saudara Yaqut Cholil Choumas, Saudara Ma’ruf Amien, dan Saudara Abu Janda tidak pernah dihadirkan di persidangan.

Bahkan, khusus Saudara Sa’id Aqil Siradj dan Choumas dan Saudara Yaqut Cholil Choumas tidak hadir di persidangan, padahal sudah dipanggil tiga kali. Lantas, untuk apa Gus Nur ditangkap dan dipenjara, jika pihak yang dirugikan tidak dihadirkan di persidangan ? Lalu, siapa yang dirugikan dari kritik Gus Nur dalam dakwaan jaksa ?

Ketujuh, tanpa didampingi penasehat hukum, proses persidangan dilanjutkan dengan memeriksa keterangan ahli. Dengan demikian, hak terdakwa untuk didampingi penasehat hukum diabaikan.

Kemudian, keluarga juga tidak bisa mengontrol jalannya jadwal sidang karena ada kesan kucing kucingan. Hampir saja sidang terlewat dari pantauan keluarga, karena secara mendadak sidang dimulai, dan itu sudah molor lebih dari dua jam dari jadwal yang ditetapkan.

Belum lagi cerita pilu yang dialami Gus Nur di Rutan Bareskrim Polri yang tidak bisa semuanya diceritakan kepada publik. Prinsipnya, Gus Nur telah dizalimi meskipun belum ada vonis bersalah dari pengadilan.

Narasi UU ITE zalim, akan direvisi, sesungguhnya hanyalah ujaran menipu. Sebab, dalam kasus Gus Nur justru kepolisian yang begitu represif langsung melakukan penangkapan terhadap Gus Nur.

Padahal, UU ITE tidak mewajibkan Terlapor langsung ditangkap dan ditahan. Ada prosedur pemanggilan dan pemeriksaan pendahuluan. Namun, pada kasus Gus Nur kepolisian main tangkap langsung, dan dilakukan pada dini hari ketika Gus Nur sedang beristirahat.