Pengamat: Pilkada Serentak 2024 Melanggar Konstitusi

Pelaksanaan pilkada serentak 2024 melanggar konstitusi terutama Pasal 18 UUD 1945 yang menyebutkan Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.

“Pada 2022 dan 2023 kepala daerah di berbagai wilayah telah berakhir dan harus pelaksanaan Pilkada sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 18 UUD 45. Tidak bisa Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah sampai 2024,” kata pengamat kebijakan publik Amir Hamzah kepada suaranasional, Selasa (9/2/2021).

Menurut Amir Hamzah, pelaksanaan otonomi tidak berjalan jika tanpa ada pilkada 2022 dan 2023. “Yang ada Plt kepala daerah hanya kepanjangan tangan dari pemerintah pusat,” papar Amir Hamzah.

Ia mengatakan, Plt kepala daerah tidak bisa membuat keputusan politik misalnya peraturan gubernur tentang pembebasan pajak sepeda motor. “Tidak ada alasan Pilkada diundur 2024 karena kondisi Covid-19, biaya dan sebagainya,” jelas Amir Hamzah.

Dalam menyiasati tidak adanya Plt kepala daerah, Amir Hamzah mengusulkan perpanjangan gubernur, walikota dan bupati yang berakhir 2022 dan 2023. “Perpanjangan kepala daerah dan bisa diatur di DPRD agar gubernur, walikota atau bupati bisa membuat keputusan politik,” ungkapnya.

Menurut Amir Hamzah, pemerintah yang menginginkan pilkada 2024 hanya berfikir demokrasi hanya merebut kekuasaan. “Padahal demokrasi melahirkan konsep tata pengelolaan negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” kata Amir Hamzah.