Politikus Demokrat: Gila-Gilaan Perampokan Uang Negara di Era Jokowi

Perampokan uang negara di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mulai dari kasus Jiwasraya sampai BPJS Ketenagakerjaaan.

“Gila-gila perampokan di era Jokowi,” kata politikus Partai Demokrat Yan A Harahap di akun Twitter-nya @YanAHarahap.

Ia mengatakan seperti itu menanggapi berita dari Indonesia Today berjudul “Kejagung Usut Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan Rp 43 Triliun”.

Yan menyebut kasus perampokan di era Presiden Jokowi dimulai dari korupsi Jiwasraya Rp.16,81 Triliun, korupsi ASABRI Rp.17 Triliun, korupsi Bansos Rp.3,59 Triliun, terbaru dugaan korupsi BPJS Rp.43 Triliun.

Baca juga:  Banyak Alat Bukti JPU Tidak Valid untuk Mendukung Dakwaan KIvlan Zen

Koalisi Masyatakat Sipil (KMS) menyebut upaya pemberantasan korupsi hingga saat ini hanya sebatas jargon semata.

Dalam keteragan resminya, Sabtu (12/12/2020), koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi mulai dari ICW, YLBHI, hingga Pukat Fakultas Hukum UGM ini menilai sejak dikebirinya wewenang komisi antirasuah melalui revisi UU KPK pertimbangan pejabat publik untuk tidak melakukan korupsi makin rendah.

“Buktinya, pola korupsi yang dilakukan oleh dua Menteri di Kabinet Presiden Joko Widodo menggunakan cara-cara lama. Misal, kasus dugaan suap yang melibatkan Menteri Sosial karena meminta fee dari setiap paket bantuan sosial untuk Covid-19 sebesar Rp10 ribu,” demikian bunyi pernyataan resmi KMS.

Baca juga:  Masyarakat dan Tokoh Adat Siak Riau Tolak Kegiatan Ansor dan Banser

Menurut mereka, munculnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan menteri tidak terlepas dari peran Presiden Joko Widodo selama ini. Pada saat pemilihan menteri di periode kedua, presiden tidak pernah melibatkan KPK dalam penelusuran rekam jejak.

Artinya, ketika KPK menangkap dua menteri, maka tanggung jawab sepenuhnya ada di pundak Presiden yang telah memilih orang dengan rekam jejak yang diduga bermasalah.