Rezim Jokowi Membersihkan Kelompok Oposisi di MUI

Rezim Joko Widodo (Jokowi) membersihkan kelompok oposisi di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Rezim Jokowi juga mengendalikan MUI dengan menempatkan Wapres KH Ma’ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

“Susunan kepengurusan MUI yang terbentuk itu, mereka yang kritis atau apalagi dianggap radikal, versi rezim, tidak terlihat lagi. Disapu bersih, dan ditinggalkan tidak lebih dari jumlah jari tangan kanan,” kata pemerhati sosial Ady Amar dalam artikel berjudul “KH Miftachul Akhyar, MUI, dan Operasi Bersih-Bersih”

Kata Ady, KH Miftachul menjadi Ketua Umum MUI menjadi dambaan umat dan pemerintah. Rezim Jokowi ingin MUI tidak “berisik”, tidak aktif mengkritisi pemerintah apalagi pada hal-hal yang bersifat politik.

Ady mengatakan, Kiai Ma’ruf dipasang agar bisa “mengendalikan” dari dalam, agar MUI tidak terlalu kritis pada pemerintah. Setidaknya itu kesan yang bisa dilihat.

“Jika misi masuknya Kiai Ma’ruf berhasil, maka itu sama saja dengan mempersilahkan Gerakan Habib Rizieq Shihab menjadi lebih besar lagi. Gak percaya? Kita lihat saja nanti,” jelasnya.

Ia juga merasa heran Prof Muhammad Baharun tidak terlihat lagi, yang di periode lalu sebagai Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan. Padahal beliau salah satu Ketua Komisi yang aktif dan mumpuni. Kalem pembawaannya dan humble sikapnya. Itu tampilan keseharian yang bisa dilihat darinya.

“Bisa diduga beliau tidak masuk lagi, sekali lagi diduga, karena ia hadir dalam acara Maulud Nabi SAW di Petamburan. Maka pribadi yang kalem itu lalu dilabeli jadi radikal,” ungkapnya.

Kalau Ustad Tengku Zulkarnaen yang tadinya sebagai Wakil Sekjen, pastilah sudah diduga tidak akan dimasukkan lagi pada periode ini, karena sikapnya yang frontal berhadap-hadapan. Kalau saja namanya masih tercantum pada kepengurusan yang sekarang, maka justru tampak aneh.