Ketika Jokowi Goyah

M Rizal Fadillah

Ketika pembangunan infrastruktur dan investasi gagal mencapai target. Ketika pertumbuhan ekonomi semakin merosot di zona minus, utang terus membengkak, dan covid memporak-porandakan dana APBN, maka resesi menuju krisis bahkan depresi ekonomi hanya persoalan waktu.

Ketika aturan hukum pendukung agenda ekonomi membentur perlawanan yang menguras enerji. UU KPK, UU Minerba, Perppu Covid, RUU HIP, maupun UU Omnibus Law membuat Pemerintah bergoyang. Perlawanan muncul akibat hukum direkayasa menjadi alat kepentingan politik

Jokowi pun pusing dengan pembentukan KAMI. Koalisi tokoh-tokoh oposisi lintas kelompok, profesi, maupun agama. Mencoba diatasi dengan penangkapan tokoh KAMI seperti Syahganda, Jumhur, dan Anton Permana. Teror politik dilakukan pula terhadap tokoh dan aktivis di berbagai daerah. Semua adalah langkah untuk meredam.

Yang terakhir urusan kepulangan Habib Rizieq Shihab. Pemerintahan Jokowi terkesan panik hingga ada upaya kriminalisasi HRS dan Anies Baswedan. Tentara tempur dikerahkan ke markas FPI Petamburan. Pangdam Jaya mengirim pasukan pengobrak-abrik baliho. Berujung bahan tertawaan dunia. OPM Papua pun ikut terbahak-bahak.

Baca juga:  Munafiknya Para Politisi, Haji yang Dipolitisasi

Jokowi goyah, para Menteri kalang kabut menjalankan program. Covid 19 jadi alasan. Hanya Menkeu yang terlihat aktif. Itu dalam rangka mencari dan menambah hutang luar negeri yang sudah mencapai hampir 6000 Trilyun. Terakhir pinjaman “recehan” sebesar 9,1 Trilyun dari Jerman.

JK turun gunung dan aktif bergerak lagi. Menurut majalah Gatra terbentuk Poros JK-Anies-HRS. Wapres KH Ma’ruf Amin yang “pendiam” juga mulai bermanuver. Berani berbeda pandangan soal Pilkada. Kyai Ma’ruf minta ditunda, Jokowi jalan terus. Jokowi menolak rekonsiliasi dengan HRS, Wapres melempar isu akan menemui HRS membahas rekonsilasi.

Dari banyak skenario perubahan politik sebagai respon atas goyahnya Jokowi, maka yang paling rasional dan pragmatis adalah naiknya Wapres menggantikan mundur atau dimundurkannya Presiden. PDIP yang resah dengan komposisi kementrian dan mendesak reshuffle tentu sangat mempertimbangkan perubahan, asal Wapres Kyai Ma’ruf ke depan adalah kader PDIP.

Baca juga:  Jokowi telah Menjadi Monster yang sangat Bengis

Ormas NU yang kadang-kadang terlihat ngadat pada Pemerintah juga dipastikan mensupport gerak maju Kyai Ma’ruf sesama warganya. Elemen yang kecewa kepada kinerja Jokowi akan memaklumi jika Ma’ruf Amin naik karena prinsipnya yang penting perubahan.

Pembentukan pasukan “bid’ah” di bawah Koopsus, ancaman Panglima TNI, aksi “penyerbuan” ke Petamburan, arogansi Pangdam Jaya mencopot baliho, dan tindakan represif lainnya bukan menunjukkan semakin kuatnya Jokowi, melainkan tampilan kerapuhannya.

Prediksi sebagian publik, Jokowi sulit bertahan hingga 2024. Semua bersiap menyongsong perubahan dengan multi skenario. Dari skenario trium virat hingga perubahan ekstra konstitusional, akan tetapi skenario naiknya KH Ma’ruf Amin adalah yang paling rasional.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 22 November 2020