Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020 bahwa KPK melakukan supervisi kasus di kepolisian dan kejaksaan bahkan lembaga antirasuah itu bisa mengambil alih persoalan di dua lembaga penegak hukum itu bisa memunculkan konflik antar institusi.
Demikian dikatakan praktisi hukum Elvan Gomes SH dalam pernyataan kepada suaranasional, Kamis (29/10/2020). “Dalam aturan hukum penyidik itu polisi dan jaksa. Keduanya ada di KPK. Jika penyidik jaksa dan kepolisian di KPK melakukan supervisi dan mengambil alih kasus di kepolisian dan kejaksaan munculkan masalah baru,” ungkapnya.
Elvan mengatakan, supervisi KPK terhadap kasus di kepolisian dan kejaksaan memunculkan ketidakpercayaan di dua lembaga penegak hukum. “Munculnya Perpres itu akan terbangun opini kepolisian dan kejaksaan tidak benar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,” jelas Elvan.
Ia mencontohkan rancunya supervisi itu dilakukan dalam pemberantasan korupsi di kepolisian dan kejaksaan memunculkan permasalahan. “Jika ada kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan penyidik kepolisian sudah menentukan tersangka, tiba-tiba dengan Perpres itu KPK bisa mengambil alih dan di tengah jalan kasusnya tidak dilanjutkan. Ini juga masalah. Di KPK banyak yang sudah tersangka tetapi tidak ada proses selanjutnya,” ungkapnya.
Elvan mengatakan, lebih baik menggunakan peraturan yang sudah ada jika kasus di kepolisian dan kejaksaan tidak ada tindak lanjutnya. “Bisa melalui praperadilan. Kalau ada jaksa atau polisi yang nakal bisa melaporkan ke Komisi Kejaksaaan maupun Komisi Kepolisian,” jelas Elvan.
Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam beleid tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang mengambil alih kasus korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan
Ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 9 Ayat 1 Perpres No 102 Tahun 2020 yang merupakan peraturan turunan dari Pasal 10 ayat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. “Berdasarkan hasil supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/ atau Kejaksaan Republik Indonesia,” demikian bunyi ketentuan tersebut.