Jalan Tengah!

7 (tujuh) bulan lebih, setelah kasus pertama Covid-19 ditemukan di Indonesia, penyebaran virus ini terus meluas dan memakan banyak korban sehingga menyita begitu banyak perhatian dan konsentrasi Pemerintah. Gejolak politik akhir-akhir ini yang memicu aksi unjuk rasa secara merata di berbagai wilayah di Indonesia, turut memicu penambahan kasus positif Covid-19, yang saat ini sebanyak ± 4000 pasien positif bertambah setiap harinya. Kluster demonstrasi muncul oleh karena interaksi yang sangat padat dan tidak mengikuti himbauan untuk social distancing, sehingga penyebaran virus Covid-19 menjadi lebih mudah.

Bahwa, demonstrasi sebagai wujud kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum benar merupakan hak setiap warga negara sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998. Demonstrasi massa yang tidak kunjung mereda akibat penolakan atas pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Tentang Cipta Kerja. Pemerintah bersama DPR mengesahkan undang-undang tersebut dengan pandangan aturan ini dapat menyelesaikan problem-problem dibidang Tenaga Kerja dan Investasi sebagai upaya pemerintah mengatasi goyangnya perekonomian bangsa di tengah Pandemi.

Namun, hukum merupakan produk sosial yang timbul akibat kebutuhan dan keinginan rakyat. Pandangan pemerintah dan DPR terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, ternyata berbeda dengan pandangan sebagian masyarakat. Undang-undang yang sejatinya menambah kesejahteraan buruh serta peningkatan UMKM, malah ditolak oleh para buruh. Oleh karenanya, hal-hal yang menjadi cita dan visi pemerintah bersama DPR tidak mencapai sasaran yang pas.

Timbulnya berbagai penolakan tersebut, serta beberapa langkah formil pembahasan yang dinilai cacat, mau tidak mau harus menjadi perhatian bagi publik dan pemerintah, sehingga haruslah ditempuh jalan tengah yang aman dan baik bagi seluruh pihak.  Untuk itu, jalan terbaik yang harus diambil adalah pemerintah hendaknya mendengarkan aspirasi yang muncul di tengah demonstrasi mahasiswa, buruh, dan sebagian masyarakat dengan bijak, membuka dialog sosiologis dengan mereka tanpa kehilangan kewibawaan sebagai pemerintah maupun kesan memaksakan kehendak kepada masyarakat.

Meski secara substansi, aturan ini telah melalui berbagai pembahasan di DPR, pemerintah sebaiknya mulai meninjau kembali dengan membuat Tim kecil yang terdiri dari perwakilan berbagai pihak terkait yang berkompeten dari berbagai perspektif yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja, sehingga dapat diyakini hasil dari produk undang-undang yang dikeluarkan di mata masyarakat.

Selanjutnya, pemerintah harus kembali melakukan sosialisasi, membuka dialog dengan berbagai kelompok mayarakat, serikat pekerja, asosiasi pengusaha, dan masuk ke kampus-kampus Universitas. Usaha ini memang akan dinilai mundur, namun inilah jalan terbaik bagi pemerintah untuk menjelaskan tujuan undang-undang Cipta Kerja dibuat, menyerap aspirasi dan juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.

Pemerintah perlu mengambil langkah prioritas untuk penanganan penyebaran virus Covid-19 yang kian sulit untuk diatasi, jika demonstrasi ini tidak juga berhenti. Goverment of the people, by the people, for the people. Maka kewajiban pemerintah untuk mempertimbangkan keinginan rakyat, kewajiban legislatif untuk mendengar suara rakyat, demi kebaikan bersama, demi kebaikan bangsa.  (Dr.K/a)