Aparat kepolisian yang menghentikan pidato mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo terkena pasal pidana karena tidak membawa surat tugas.
“Polisi yang menghentikan pidato Gatot jelas kena pasal 18 ayat (1) KUHAP bunyinya kurang lebih polisi yang bertugas dalam penangkapan harus ada surat perintah. Walaupun bukan penangkapan, polisi yang menghentikan pidato Gatot harus membawa surat perintah,” kata praktisi hukum Elvan Gomes kepada suaranasional, Rabu (30/9/2020).
Kata Elvan, polisi yang menghentikan pidato Gatot Nurmantyo melanggar Pasal 33 ayat (2) Perkapolri No: 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. “Polda Jatim bisa kena juga,” ungkapnya.
Menurut Elvan, penghentian pidato Gatot Nurmantyo tidak perlu investigasi karena sudah menjadi kejadian hukum. “Fakta hukum ada pelanggaran hukum yang dilakukan polisi,” jelas Elvan.
Ia mengatakan, Indonesia bukan negara preman di mana aparat kepolisian harus diberi surat tugas untuk menjalankan tugasnya termasuk menghentikan pidato Gatot Nurmantyo. “Membubarkan acara yang dilakukan polisi terhadap acara KAMI di Surabaya juga harus ada ijin dari pengadilan,” ungkap Elvan.
Kabid Humas Polda Jawa Timur (Jatim), Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan, pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada Pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2017, yang menjelaskan kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.
Dia menuturkan, dalam aturan Pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Jika kegiatannya bersifat nasional, kata dia, maka pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya. “Kami ketahui dari beberapa yang dilihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu, tepatnya Hari Sabtu,” kata Trunoyudo di Kota Surabaya, Senin.