Risiko Meminta Jabatan Publik

Oleh: KH Luthfi Bashori

Jaman sekarang, saling berebut menjadi pejabat publik sudah sangat ngetrend di kalangan masyarakat. Bahkan untuk menjadi pejabat publik, entah itu pejabat pemerintah, atau menjadi wakil rakyat atau menjadi pimpinan organisasi masyarakat pun harus ditempuh dengan segala macam cara, hingga tak jarang para calon itu harus rela mengeluarkan dana jutaan hingga milyaran rupiah agar dirinya dapat terpilih.

Keadaan seperti ini sudah menjadi rahasia umum. Karena di antara calon pejabat dan masyarakat pemilihnya juga sudah banyak yang mengadakan transaksi jual beli suara itu secara terang-terangan, tentunya di saat menjelang jadwal diadakan pemilihan.

Sebenarnya, kondisi yang seperti ini sangatlah memprihatinkan, khususnya jika disorot dari kaca mata syariat yang telah didengungkan oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad silam. Beliau SAW telah mengancam para calon pejabat yang cara memperoleh jabatannya itu dengan meminta-minta atau merebut sebuah jabatan, apalagi jika sampai memaksakan diri hingga melakukan sogok sana sogok sini demi memenuhi ambisi pribadinya.

Sy. Abu Hurairah RA mengatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa meminta jabatan pemerintahan terhadap kaum muslimin dan ia pun berhasil memperolehnya, kemudian tindak-keadilannya dapat mengalahkan kedzalimannya, maka ia kelak masuk surga. Namun, jika kedzalimannya mengalahkan keadilan, maka ia kelak akan masuk neraka.” (HR. Abu Dawud).

Di jaman sekarang, para pejabat publik yang terpilihnya itu karena faktor suap sana suap sini, maka umumnya orientasi pemikiran mereka tiada lain hanyalah untuk mencari jalan pintas, bagaimana caranya agar mereka dapat memperkaya diri sendiri, atau bagaimana caranya mereka dapat memenuhi ambisi pribadinya, karena dengan menjadi pejabat publik maka akan menjadi mudah pula untuk mendapatkan proyek-proyek duniawiyah yang bakal mereka rengkuh.

Sy. Abu Hurairah RA menuturkan, bahwa Nabi SAW bersabda, “Celakalah para umara’ (pemerintah), celakalah bagi pengurus organisasi dan celakalah bagi (pejabat) penerima amanat. Sungguh akan berangan-angan beberapa kaum (dari kalangan para pejabat itu) pada hari Qiamat kelak, sesungguhnya jambul-jambul mereka selalu tergantung di bintang sambil berputar-putar antara langit dan bumi, sedang mereka tidak pernah mengerjakan suatu apapun (untuk kemaslahatan Islam).” (HR. Ahmad).

Sekalipun Rasulullah SAW sudah mengancam semacam itu, namun kenyataan di lapangan semakin lama semakin banyak saja ambisi para pejabat ‘predator’ yang seringkali mengorbankan kepentingan rakyat, yang justru ingin mempertahankan jabatannya, termasuk berusaha menampakkan eksistesinya di depan publik jika sudah waktunya ada pemilihan ulang.

Hal itu mereka lakukan sekalipun harus menipu sana menipu sini, misalnya dengan cara membollow-up pekerjaannya yang fiktif menjadi seperti ada, dengan cara lewat media-media yang dapat dibeli, tentunya dengan harapan agar mereka dapat menempati kedudukan yang lebih tinggi, atau minimal dapat mempertahankan jabatannya pada priode berikutnya.

Nabi Muhammad SAW bersabba, “Tiada seorang hamba pun di dunia ini yang berkeinginan agar kedudukan (jabatannya di tengah masyarakat) diangkat satu derajat, kecuali Allah SWT akan merendahkannya di akhirat dalam kadar yang lebih rendah dan lebih hina dibandingkan (kedudukannya) yang sekarang.” (HR. Thabrani)