Menelisik di Balik Deklarasi KAMI

Layak kiranya kita telisik di balik dideklarasikannya Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) yang digagas oleh sejumlah tokoh nasional pada Ahad (2/8/2020). Adakah kiranya sesuatu di balik deklarasi KAMI ini yang dinilai sangat genting dengan kondisi negara kita saat ini?

Berangkat dari sebuah nama Aksi Menyelamatkan Indonesia yang sangat mungkin dapat dikonotasikan bahwa negara ini terindikasikan dalam kondisi genting yang bakal tidak selamat, maka timbullah aksi penyelamatan.

Seiring dengan kebuntuan saluran komunikasi pengelolaan negara melalui pilar-pilar yang ada, maka kehadiran KAMI menjadi pilar komunikasi publik untuk menyampaikan aspirasi. Bolehlah kalau munculnya KAMI disebut sebagai pilar ke-5 untuk penyaluran aspirasi rakyat selain pilar yang telah ada seperti eksekutif, legislatif, yudikatif dan pers atau media mainstream yang terkesan semuanya telah dikuasai oleh kekuasaan eksekutif.

Baca juga:  Tepatkah Kinerja Ekonomi yang Minus Disebut Pertumbuhan?

Kehadiran KAMI tak perlu disikapi dengan penuh kecurigaan, sebaliknya kehadirannya harus disikapi dengan positif sebagai penyeimbang untuk mengkritisi penyelenggaraan negara yang terindikasi tidak kondusif. Diakui atau tidak, kehidupan demokrasi kita saat ini kurang sehat di mana terlihat sangatlah tidak seimbang kekuatan oposisi melalui jalur parlemen. Kondisi demokrasi yang tidak sehat inilah, maka kehadiran KAMI merupakan sebuah keniscayaan bagi masyarakat untuk layak berharap aspirasinya tertampung.

Para inisiator berdirinya KAMI tentu tak perlu diragukan lagi tentang kesetiaannya terhadap Pancasila dan Keutuhan NKRI. Kehadiran KAMI sangat diharapkan dalam penyelamatan kondisi negara yang terindikasi semakin hari semakin menuju jurang kehancuran.

Mencermati kondisi tersebut di atas, pada gilirannya menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk berupaya maksimal dalam menegakkan amar ma’ruf nahiy munkar. Untuk itu, patut kiranya kita menyimak dan menghayati peringatan sekaligus pesan mulia dari Rasulullah SAW lewat sabdanya:

Baca juga:  Jangan Paksa Sri Sultan Hamengkubowono X Melepaskan Tanahnya untuk Tol Solo-Yogya Maupun Bawen-Yogya

“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493).