Oleh: Adian Radiatus
Gibran, anda masih muda belia, punya ambisi besar tidak masalah. Semangat besar pasti punya juga. Lumrah itu. Tetapi tidak mampu atau belum terbiasa mengukur kelayakan diri juga biasa dimasa muda. Usia 30 an memang sedang “menggila” hasrat sensasi sekaligus upaya menemukan jati diri.
Semua itu kurang lebihnya manusiawi saja. Tetapi yang menjadi berbeda adalah ketika sensasi ambisi itu bukan datang dari kapasitas dan kapabilitas diri. Banyak anak muda hebat luar biasa dengan menapak karirnya secara mandiri sepenuhnya.
Gibran Rakabuming dalam upaya karir politik jabatan publik itu sangat terasa memanfaatkan posisi bapaknya yang presiden. Jujur bicara itu penting. Apa adanya.
Salah satu kelebihan anak muda adalah kejujurannya. Coba seandainya sang bapak hanya seorang anggota partai seperti dirinya. Belum tentu berani, pasti tahu diri karena dilirik saja tidak.
Nah adalah baik bila seorang anak yang saleh dan muda justru tahu diri saat orang tuanya sedang berkuasa. Tidak memanfaatkan situasi kekuasaan, katabelece dan sejenisnya.
Seribu satu alasan bisa dibuatkan pembenaran atas pencalonan Gibran, tetapi ada jutaan tertawaan karena calon lainnya sampai dipanggil ke istana. Apa yang terjadi sudah jadi ‘public hot news’ dan medsos netizen se Indonesia.
Memang tidak mudah menyadarkan nafsu ambisi seseorang apalagi masih muda dan punya akses kekuasaan besar. Gibran pasti ‘go ahead’ dan mungkin ‘I dont care what people say’.
Kalau bapakku pernah jadi Walkot kenapa aku gak boleh. Salah, seribu persen boleh. Ini cuma soal caranya. Penuh kepura-puraan. Pentas panggung sandiwara yang dibuat terlalu kentara. Ngak elok.
Jadi Gibran, negeri kita sedang dirundung banyak masalah. Rakyat tidak nyaman, indeks kebahagiaan menurun drastis. Penting menjaga suasana kebathinan rakyat. Tolok ukurnya mudah, lihat cibiran dan sinisme yang hadir.
Jadi salah satu nasehat yang sangat berarti dari semua sepak terjang yang terekam adalah, Gibran masih muda jangan sombong…