Serpong – Pelembagaan sosialisasi dan pembinaan Pancasila seperti masa Orde Baru dinilai Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto masih menyisakan trauma negatif di kalangan masyarakat.
Tafsir tunggal dan indoktrinasi semi militeristik tentang Pancasila, dengan berbagai program litsus menjadi hantu bagi masyarakat.
Untuk itu Pemerintah diimbau perlu mendengar dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat terkait keberadaan dan kinerja Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
“Kita semua harus introspeksi diri terkait status dan kiprah BPIP ini. Tidak boleh kita main menang-menangan, terutama terkait dengan alasan kenapa masyarakat kerap mengkrtik keras keberadaan dan kinerja BPIP ini.
Harus dicari akar masalahnya, sehingga energi bangsa ini tidak habis untuk membicarakan hal-hal yang sudah final seperti Pancasila.
Justru yang utama bagi kita adalah bagaimana mengamalkan Pancasila ini secara murni dan konsekuen sebagaimana tafsirnya dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD NRI tahun 1945,” jelas alumni PPSA XV Lemhanas RI.
Menurut Mulyanto, trauma Orde Baru yang melembagakan Pancasila melalui BP7 dan P4 ini belum hilang benar dari ingatan kolektif bangsa ini.
Kala itu, dalam tataran personal, para pejabat tampak keren dalam berwacana, namun miskin dalam pengamalan dan keteladanan ber-Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Dan secara sosial, nilai-nilai Pancasila semakin terlihat timpang antara teori dan praktek. Terbukti masih banyak kasus korupsi, kolusi, nepotisme dan pembatasan penyampaian aspirasi.
“Padahal yang menjadi acuan masyarakat itu adalah pengamalan, keteladan, dan bukti nyata, bukan sekedar wacana tentang Pancasilaā€¯, tegas Mulyanto. [subhan/kontributor]