Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta Minta RUU HIP Dicabut & Dihentikan dari Prolegnas


Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) harus dicabut dari Prolegnas 2020 dan tidak dilanjutkan pembahasannya.



Demikian pernyataan sikap Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta kepada suaranasional, Jumat (3/7/2020). “RUU HIP berpotensi pula menimbulkan gejolak di masyarakat hingga dapat memecahbelah persatu-
an bangsa,” ungkapnya.





Pernyataan Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta ditandantangani 1. Lieus Sungkharisma 2. Yap Hong Gie 3. Adian Radiatus 4. Indrajadi 5. Jandi Mukianto 6. Martinus Johan Mosi 7. H. Thomas 8. Arief Widjaya 9. Ano Andro Yap.



Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta mengatakan, berdasarkan pendapat para ahli hukum tata negara bahwa materi RUU HIP banyak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan sejumlah Undang-Undang lainnya, terutama
Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.



Kata Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta, memasukkan Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang Berkebudayaan ke dalam pasal RUU
HIP dengan alasan historis bahwa itu merupakan pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, tidak hanya mereduksi rumusan final Pancasila pada 18 Agustus 1945, tapi juga mengingkari
perjuangan, usaha keras, jerih payah dan kesepakatan para founding fathers and mothers  Republik Indonesia sebagai peserta sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

“Hendaklah dipahami bahwa, selama berlangsungnya sidang-sidang BPUPKI, para tokoh bangsa, di antaranya adalah lima tokoh dari Tionghoa yakni Yap Tjwan Bing, Mr. Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoei, Oey Tjong Hauw dan Liem Koen Hian, telah bersepakat untuk mendirikan negara Indonesia berdasarkan lima prinsip yang diusulkan Bung Karno dengan menyingkirkan berbagai sekat perbedaan yang ada,” ungkapnya.



Lima prinsip inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila pada
Sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan kemudian ditetapkan sebagai dasar negara.



Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta meyakini, dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralis, sila-sila dalam Pancasila adalah sudah final dan mengikat.



“Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keniscayaan yang seharusnya menjadi dasar negara dan tujuan bersama,” jelasnya.



Di dalam masyarakat yang  berPancasila itulah para elit bangsa seperti tokoh agama, politisi, pejabat pemerintahan, akademisi, seniman, budayawan, wartawan, hakim, jaksa, polisi, tentara, pengusaha dan lain-lain, seharusnya mengambil peran pentingnya masing-masing sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan
negaranya.