Kepemimpinan Goes to Loedes

Oleh: Adian Radiatus

Ungkapan “Lihat gaya pemimpinnya cermin nasib negerinya” rupanya ada benarnya manakala kita melihat perjalanan negara-negara diseluruh dunia dan tak pelak juga apa yang terjadi dinegeri ini.

Expresi emosional wajah Presiden Jokowi dihadapan para Menterinya yang diupload ke ranah publik sebelas hari kemudian mengundang berbagai interpretasi. Apapun juga hal ini tetap saja merupakan bagian indikasi menarik atas apa yang terjadi dibalik kepemimpinannya itu sendiri.

Seakan shooting sebuah drama film kejar tayang, video yang ditampilkan memberi kesan gambaran ketiada berdayaan Jokowi selaku Presiden menghadapi para pembantu yang berpredikat Menteri itu hingga merasa perlu menegur diforum tersebut hingga ultimatum resuffle.

Yang jadi pertanyaan menarik dari tayangan itu justru terkesan seperti ada pembiaran oleh Presiden atas kerja masing-masing Menteri. Tidak ada manajemen laporan dan evaluasi. Lebih jauh lagi seakan tidak ada komunikasi internal kabinet yang sesungguhnya sangat mudah dilakukan diera media daring ini.

Baca juga:  Tatkala Bau Duren Lebih Menyengat daripada Opak Ketan KM 50 Cikampek

Ditinjau dari ungkapan Presiden diacara arahan itu, sepertinya selama masa PSBB berlangsung ada semacam ‘lost contact’ antara Presiden dan Menterinya.

Bagaimanapun hal ini telah menunjukan kesia-siaan penyelengaraan pemerintahan selama periode ‘extraordinary’ ini yang mana keadaan ini sesungguhnya sudah terasa bukan hanya datang dimasa pandemi saja, tetapi dari tiga tahun yang lalu akibat pemborosan dan kebocoran anggaran negara yang luar biasa.

Kondisi saat ini malah dapat disebut ‘super extra ordinary’ dan dengan situasi ini maka dapat dikatakan gagalnya kemampuan kepemimpinan menolong dan menjaga rakyatnya sebagaimana mestinya.

Apa yang Presiden sampaikan itu bila ditelaah lebih dalam kedalam aspek kepemimpinan sama saja seperti peribahasa, “menepuk air didulang terpercik muka sendiri”. Ada anggaran ada payung hukum ada pembantu yang pasti ahli dibidangnya. Masalahnya dimana ? Salahnya siapa ?

Baca juga:  Saatnya Berjihad: Tidak Pilih Capres dan Partai Boneka Oligarki Taipan

Dalam segala bentuk peperangan, ‘warrior never wrong, but leader’, maka jelas dengan kondisi yang tergambarkan oleh tayangan video itu adalah stagnansi kerja pemerintahan ini. Jutaan rakyat terbengkalai meskipun dibentuk berbagai lembaga yang terancam dibubarkan itu.

Sehingga pertanyaan paling mendasar dari semua ini apakah
mungkin akan ada perubahan yang ‘extraordinary’ dari sebuah kepemimpinan yang terkesan kesulitan mengkoordinir tim kerjanya.

Tampaknya maksud penayangan video itu jauh dari spontanitas informasi, tetapi dengan pertimbangan lain yang mudah-mudahan jauh dari niat politis semata.

Sadar atau tidak sadar, situasi dan kondisi rakyat dari sisi sosial ekonomi telah berada dalam suatu kepemimpinan yang ‘goes to loedes’ bila tidak ada perubahan yang ‘super extraordinary’…