Tujuh Kata Mutiara Dalam Lintasan Sejarah di Negeri +62

Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Hari-hari ini, jika kita berbicara soal lintasan sejarah Pancasila khususnya di negeri +62 ini, maka kita tak dapat menafikan adanya “tujuh kata” mutiara yang pernah menjadi bagian inti dari salah satu sila yakni sila pertama dalam Pancasila selama 58 hari sejak 22 Juni – 18 Agustus 1945.

Dalam tulisan ini sangat perlu dituliskan secara utuh “tujuh kata” tersebut. Penulisan ini perlu sekali untuk menunjukkan adanya fakta sejarah bagi orang-orang yang sengaja mau menghilangkan fakta sejarah, dan penting pula bagi generasi milenial di negeri +62 agar mengenal sejarah negerinya.

Tujuh kata yang terdapat pada sila pertama Pancasila pada 75 tahun lalu yang sesuai aslinya dengan ejaan lama tertulis: “Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknya”. Tujuh kata tersebut, pertama, “dengan”. Kedua, “kewadjiban”. Ketiga, “mendjalankan”. Keempat, “sjariat”. Kelima, “Islam”. Keenam, “bagi”. Ketujuh, “pemeloek-pemeloeknja”. Jika ditulis sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), maka menjadi: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Sila pertama Pancasila yang telah kita kenal selama ini adalah Pancasila yang telah menghilangkan tujuh kata tersebut di atas sejak tanggal 18 Agustus 1945, sehingga semenjak tanggal 18 Agustus 1945 sila pertama tertulis: Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah fakta sejarah, bahwa kelahiran Pancasila bukanlah tanggal 1 Juni, melainkan tanggal 18 Agustus.

Sungguh aneh jika saat ini ada orang atau sekelompok orang yang mau mencoba mengotak-atik sila yang ada dalam Pancasila. Alih-alih mau kembali kepada Piagam Jakarta dengan mencantumkan “tujuh kata” yang telah diganti selama 75 tahun, malah yang ada mau mengubah Pancasila menjadi Trisila dan selanjutnya diperas menjadi Ekasila.

Mengingat lintasan sejarah tersebut di atas, sudah sangat tidak relevan lagi pembahasan RUU HIP. Alangkah baiknya, jika kita mau bersepakat kembali kepada konsep dasar Piagam Jakarta dengan mencantumkan tujuh kata