Mantan Anggota DPR: Politikus PDIP Basarah di Belakang RUU HIP & Perlu Diusut Hukum Pasal Makar KUHP

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah ada di belakang RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang perlu diusut hukum dengan pasal makar KUHP.

Demikian dikatakan mantan anggota DPR Djoko Edhi Abdurrahman dalam artikel berjudul “Disertasi Basarah Ngaco”

Menurut Djoko Edhi, Ahmad Basarah sudah lama utak atik Pancasila. Di disertasinya, urutan sila Pancasila tak penting. Jarak antar sila itu sama jaraknya, katanya.

“Ahmad Basarah memberikan pembenaran terhadap pidato Bung Karno Pancasila 1 Juni 1945 yang, pada saat yang sama dikeppreskan oleh Presiden Jokowi sebagai hari lahir Pancasila,” papar Djoko Edhi.

Baca juga:  Mega Tegur Cak Imin-Prabowo gegara Pamit Mau Ketemu SBY, Politikus PD: Dendam tak Kunjung Padam

Kata Djoko Edhi, padahal hari lahir Pancasila secara yuridis, adalah 18 Agustus 1945, sebab, secara sosiologis dan filosofis, juga bukan 1 Juni 1945.

Djoko mengatakan, berdasarkan sejarah, Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila 1 Juni 1945, berada di Sila ke 5. Istilah Habib Rizieq urutannya di pantat, yang lalu dilaporkan Sukmawati ke Polda Jawa Barat.

“Anehnya disertasi itu lulus cumlaude, diuji oleh anggota MK, termasuk ketuanya, yang kini menjabat. Kesimpulannya, anggota MK, termasuk ketuanya, tak mengerti Pancasila. Atau, suka utak atik Pancasila. Dari situ, jelas mereka bukan guardian Pancasila,” jelas Djoko.

Ia merasa aneh, pidato Bung Karno dibuat disertasi seolah rumusan 1 Juli 1945 itu adalah Pancasila yang absah bisa lolos uji.

Baca juga:  Kader NU Mesir Dukung FDS

“Padahal, satu-satunya Pancasila yang diabsah oleh BPUPKI adalah Pancasila 22 Juni 1945 yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Atau Jakarta Charter,” jelasnya.

Menurut Djoko, struktur Pancasila yang dianggap Ahmad Basarah tak ada atau tak penting, ketahuan sekarang tujuannya, setelah heboh RUU HIP, untuk mendegradasi Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, mau diubah menjadi Ketuhanan Yang Berbudaya.

“Caranya diperas jadi Trisila, peras lagi jadi Ekasila. Alhasil, hilang Ketuhanan Yang Maha Esa,” pungkasnya.