Kehadiran fisik alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia secara permanen di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna merupakan keniscayaan dalam menghadapi kapal ikan Cina yang melanggar masuk Indonesia. Kapal Cina itu di-back up China Coast Guard (CCG).
Demikiam dikatakan Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati dalam pernyataan kepada suaranasional, Sabtu (20/6/2020).
Dalam menghadapi pelanggaran kapal ikan Cina, perempuan yang biasa dipanggil Nuning ini mengatakan, secara internal TNI AL perlu mendorong Bakamla untuk lebih berperan di zone delimitasi.
Sesuai hukum laut internasional memang kapal-kapal Bakamla sebagai Indonesia Coast Guard lebih berwenang beroperasi di zone delimitasi sementara kapal-kapal perang TNI AL beroperasi di wilayah perbatasan laut yang sudah disepakati kedua negara.
“Interoperabilitas TNI AL dan Bakamla merupakan kunci sukses diplomasi maritim Indonesia sesuai kebijakan Presiden Jokowi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia,” ungkapnya.
Selain itu, kata Nuning, dari perspektif keamanan, Indonesia melalui ASEAN dapat berupaya mempercepat penyelesaian Code of Conduct (COC) di Laut Cina Selatan antara Angkatan Laut ASEAN dengan Angkatan Laut Cina.
Dengan berlakunya COC, maka masing-masing Angkatan Laut menerapkan mekanisme pencegahan konflik di laut.
“Mekanisme COC ini sangat penting untuk meredam eskalasi konflik untuk tidak meningkat menjadi perang. Mendorong PBB untuk lebih berperan menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan atas klaim 6 negara sesuai dengan Piagam PBB sebagai wujud resolusi konflik,” jelas perempuan peraih doktor bidang intelijen di Unpad ini.
Nuning meminta, pihak yang berkepentingan dengan COC bisa lebih dibuka tidak hanya antar Angkatan Laut tapi juga antar Coast Guard dan antar Angkatan Udara.
“Jadi kapal-kapal perang Angkatan Laut, kapal-kapal Coast Guard dan pesawat tempur Angkatan Udara ASEAN dan Cina semuanya menghormati COC,” pungkasnya.