New KPK Melawan Sandiwara Hukum Rezim Jokowi

Penulis: Smith Alhadar
Editor: Abdurrahman Syebubakar

Pada 14 Juni, setelah mengunjungi kediaman penyidik senior KPK Novel Baswedan, para tokoh membentuk New Kawanan Pencari Keadilan atau New KPK. Mereka, di antaranya, pemikir Rocky Gerung, pakar hukum tata negara Refly Harun, mantan Jubir Presiden Abdurrahman Wahid Adhie Massardi, mantan Sekertaris Kementerian BUMN Said Didu, dan Ketua Majelis Jaringan Aktivis ProDem Iwan Sumule (rmolid, 14 Juni 2020).

New KPK dibentuk sebagai respons terhadap tuntutan ringan jaksa penuntut umum terhadap pelaku penyiram air keras ke wajah Novel Baswedan yang menyebabkan mata kirinya buta permanen dan mata kanan cacat berat.

Memang tuntutan satu tahun penjara bagi dua pelaku yang adalah polisi aktif tidak masuk akal. Menurut Peneliti Pusat Pendidikan dan Kajian Anti Korupsi Universitas NU Indonesia, Mohtar Said, tuntutan jaksa sangat tidak adil. Jaksa Penuntut Umum seharusnya mengenakan pasal 353 ayat 2 KUHP dengan tuntutan penjara 7 tahun karena polisi sebagai penegak hukum telah menyerang penegak hukum lain.

Mohtar Said menyoroti argumentasi jaksa yang menjadi alasan peringanan hukuman karena keduanya pernah mengabdi pada Kepolisian RI. Mohtar melihat, dalam kasus Novel, pengabdian kedua oknum pada insitusi Polri seharusnya justru menjadi alasan kuat untuk diperberat hukumannya, bukan sebaliknya.

New KPK bertekad untuk terus berjuang mencari keadilan buat Novel. Rocky Gerung menganggap penyiraman air keras terhadap wajah Novel telah membuat buta mata keadilan. “Yang berbahaya hari ini adalah tuntutan jaksa. Air keras buat mata publik, buat mata keadilan. Nah, itu yang ingin kita halangi agar mata publik jangan buta karena tuntutan jaksa yang irasionil.”

Memang kalau kita melihat yurisprudensi, tuntutan jaksa tersebut jauh dari rasa keadilan. Bahkan telah menciptakan kegaduhan nasional karena tuntutan itu koruptif dan amoral. Pada Juli 2019, Heriyanto dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena menyiram air keras kepada istrinya. Pada Oktober 2018, Rika dijatuhkan hukuman 12 tahun penjara karena menyiram air keras terhadap suaminya. Pada Juni 2018, Ruslam mendapat kurungan penjara 10 tahun karena menyiram air keras terhadap mertuanya. Pada Maret 2017, Lamaji dikurung di jeruji besi selama 12 tshun karena menyerang dengan air keras pemandu lagu.

New KPK akan melawan rezim karena, menghadapi kasus ini, Jokowi diam seribu bahasa. Padahal, menurut Menko Polhukam Mahfud MD, presiden dapat mengintervensi hukum sebagaimana telah dibuktikan dalam banyak kasus oleh semua presiden Indonesia, termasuk Jokowi. Dalam sistem ketatanegaraan, DPR adalah pembuat UU, presiden sebagai pelaksana, dan lembaga yudikatif sebagai pengawas. Dus, dalam kasus tertentu di mana yudikatif melanggar rasa keadilan, presiden dapat, bahkan harus mengintervensi.

Nyatanya, Jokowi tidak menggubrisnya. Novel sendiri tak percaya bahwa kedua terdakwa itu pelakunya. Dengan kata lain, pengadilan terhadap kedua oknum polisi itu hanya dagelan alias sandiwara. Karena tuntutan jaksa tidak masuk akal, sangat mungkin pendapat Novel benar adanya.

Dus, New KPK di mana Novel adalah salah satu pendirinya akan mendukung Novel dalam mencari keadilan. Kalau mau dipercaya publik, seharusnya Jokowi mengintervensi, mendengar keluhan Novel, dan mendesak Polri mengusut kasus Novel secara fair, yakni mencari pelaku yang sesungguhnya, dan bukan merekayasa hukum demi kepentingan kekuasaan.

Sebagaimana diketahui, sejak penyerangan terhadap Novel pada Maret 2017, publik terus menagih janji Jokowi untuk mengusut kasus ini sampai tuntas. Bagaimanapun, penyerangan terhadap Novel dipandang sebagai teror terhadap KPK yang dapat melemahkan lembaga antirasuah yang sudah dikeberi Jokowi. Namun, setelah tiga tahun, kasus ini baru terungkap. Padahal, sejak awal polisi telah memeriksa lebih dari 200 saksi dan ada bukti CCTV. Publik menduga, lamanya kasus ini terungkap — itu pun, menurut Novel, hanya dagelan — karena keterlibatan petinggi kepolisian, yakni mereka yang merasa dirugikan oleh kasus-kasus korupsi besar yang ditangani Novel.

Maka, pengungkapan kasus Novel yang direkayasa ini, yang bertujuan sekadar menyelamatkan wajah Jokowi dan menutupi pelaku sesungguhnya, justru semakin menjatuhkan wibawa Jokowi. Karena, secara tidak langsung, ia menyetujui rekayasa polisi itu. Tetapi kalau yakin pelakunya adalah Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, jatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap mereka. Kalau tidak, jangan salahkan publik yang menduga tuntutan jaksa pada keduanya hanyalah kongkalikong antara Jokowi, Polri, dan Pengadilan. Dengan demikian, kasus ini belum akan berakhir dan New KPK akan bekerja melawan rezim Jokowi, Polri, dan Pengadilan dengan menyadarkan publik tentang sandiwara yang sedang berjalan ini.