Liberal Berbaju Tarzan

Taushiah: KH. Luthfi Bashori
Transkrip video: Rizal Affandi

Yang jadi masalah, ini ada kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL), mereka mengatakan: “Yang namanya aurat bagi setiap orang itu adalah sesuai dengan kepantasan masyarakat, namanya kearifan lokal. itu saja !”

Maka repot juga kalau kita mengatakan: “Setuju”.

Semisal, kan masih ada orang-orang yang hidup di hutan belantara, mungkin lebih mudah dikatakan “Tarzan”.

Tarzan ini tentunya pantas dengan pakaian khas-nya, kenapa?

Karena dia hidup di hutan, maka hanya dengan pakaian celana pendek yang sangat minim sekali, diikat begitu saja, tentu tidak mencukupi sebagai penututp aurat, tapi namanya juga Tarzan.

Kalau misalnya ada seorang muslim, ia pergi ke rumah Tarzan. Yaa… masak harus meniru berpakaian ala Tarzan, karena yang demikian itulah yang dinamakan “Kearifan Lokal”, maksudnya sesuai dengan kebiasaan setempat.

Apakah memang begitu?

Kalau ditanya: “Kamu kok.. tidak menutup aurat?”

Kira-kira apa harus dijawab: “Ya iya lah, saya kan lagi pergi ke rumahnya Tarzan.”

Kalau ada ibu-ibu muslimat yang pergi ke rumah Tarzan, kan bahaya kalau begini.

Kalau ibu-ibu ditanya, “Lho.. ibu-ibu ini gimana, kok nggak menutup aurat ?”

“Ya iya lah, kami juga kan sedang jadi Tarzan, Tarzan muslimat. Seperti ini.. kan sudah menutup aurat, menurut orang-orang Liberal ?” Jawab ibu-ibu muslimat.

Rusak apa tidak, paham seperti ini ?

Ya rusak… !

Mestinya gimana?
Kalau kita ketemu Tarzan, ya kita dakwahi:

Baca juga:  Menguliti Parasit Agama

“Hai Tarzan, ayo masuk Islam, ayo baca syahadat, Nah Tarzan.., besok aku bawakan baju yang pantas untuk seorang muallaf (muslim).”

Begitu mestinya, bukan orang Islam ikut-ikutan menjadi Tarzan, itulah ilmu orang-orang liberal.

Karena itu pemikiran mereka itu sama dengan pemikiran Tarzan.. ! naudzubillahimindzalik, terbalik.

Seperti inilah yang dikatakan kaum Liberal itu, hakikatnya tidak mau terikat dengan aturan Syariat.

Padahal sekarang sudah ada orang-orang yang ditokohkan oleh masyarakat, ditokohkan, tapi terpengaruh dengan pemikiran Liberal, sehingga mereka sering mengatakan tentang aurat ini:

“Yang penting pantas, saya tidak lagi harus berpakaian meniru Nabi Muhammad SAW, itu kan sunnah zaman dahulu kala, kalau saya ingin kearifan lokal, harus dengan budaya dimana saya hidup.”

Maksud mereka, yang laki-laki menggunakan pakaian budaya, dan yang perempuan juga menggunakan pakaian budaya, walaupun harus keluar dari aturan Syariat yaitu kewajiban menutup aurat.

Saya tidak tahu kalau di Malaysia, kalau di Jawa, dulu orang-orang di zaman Belanda itu sebagian dari ibu-ibu berpakaian ala konde dan sanggul.

Orang yang pakai konde atau sanggul itu apa bisa pakai jilbab ?

Tentu tidak bisa pakai jilbab, dan itulah adalah budaya lokal Indonesia.

Namun… Alhamdulillah, akhirnya semakin banyak para muslimat, yang dulunya berkonde, dulunya bersanggul, lantas sadar hingga beralih ke jilbab.

Sanggul dan konde ini, memang budaya masyarakat Nusantara, tapi berhubung bertentangan dengan aturan Syariat, ya harus ditinggalkan bagi yang sadar agama.

Yang jadi masalah dan problem, ada orang yang semula sadar agama, sudah mengerti agama, tiba-tiba tersangkut pemikiran Liberal ala Tarzan, hingga mengatakan perlunya kearifan lokal, lantas ia sengaja melepaskan jilbab di depan publik.

Baca juga:  Nasionalisme

Naudzubillah, kalau misalnya tiba-tiba ia pergi ke hutan dan bertemu Tarzan, baik yang muslim maupun muslimahnya, tentunya akan menggunakan pakaian Tarzan juga.

Sebenarnya, mereka ini hanyalah ingin dikatakan sebagai orang yang Arif & Bijak demi mengamalkan kearifan lokal atau budaya setempat.

Namun hakikatnya mereka ini termasuk yang dilaknat, karena berani melawan Syariat…!

Kan rusak jadinya?

Semestinya orang Islam harus kuat:

المؤمن القوي خير من المؤمن الضعيف

Orang Islam yang kuat dalam segalanya, termasuk dalam mempertahankan syariat agamanya itu, jauh lebih baik daripada orang Islam yang dhaif (lemah), cepat terpengaruh.

Hanya urusan menutup aurat saja sudah kehabisan ilmnya, habis akhlaknya, habis dan kebiasaan baiknya.

Maka dia hanya menggunakan pemikiran Liberal, yang dalam bahasa sekarang diistilahkan sebagai kearifan lokal, arif itu bijaksana, lokal itu ya lokal.

Kalau orang Malaysia kan ada budaya-budaya asli Malaysia, itu namanya kearifan lokal.

Berbudaya itu boleh, asalkan tidak bertentangan dengan syariat. Apabila ada budaya yang bertentangan dengan syariat maka yang digunakan dalam umat Islam adalah syariat.

Tapi kalau ada budaya, kebiasaan masyarakat yang tidak bertentangan dengan syariat maka boleh dilestarikan.