Writer yang Merasa Hebat

Banyak negara besar didunia termasuk Indonesia mencapai kemajuan dan kehebatannya bukan hanya semata karena memenangkan pertempuran di medan laga fisik. Peranan informasi dan pengaruh berita kepada para pejuang maupun rakyat termasuk penting dan turut andil menentukan.

Oleh karena itu tidaklah aneh bila banyak penulis atau writer handal yang ditangkap dan ditahan karena dianggap dapat membahayakan suatu kekuasaan.

Ungkapan kata ‘pena bisa lebih tajam dari pedang’ membuktikan hal itu. Bahkan dimasa lampau penulis syair pun dapat dibunuh oleh lawan yang merasa disudutkan oleh isi syairnya itu.

Baca juga:  Kadrun

Kedahsyatan peranan para penulis di era milenial kini lebih meriah dan beragam karena adanya buzzer-buzzer yang kaidah menulisnya menyimpang dari estetika bahasa. Kasar, agitasi, provokatif dan vulgar tertumpah mewarnai narasinya sebab biasanya memenuhi pesanan kepentingan tertentu.

Sementara ada writer yang sering dinilai profesional karena sering pakai istilah asing beserta penggalan kalimat diluar bahasa ibu. Meskipun sah-sah saja, tetapi porsi pemakaian yang terlalu banyak menjadikannya seperti kumpulan kutipan dwi bahasa saja di topik terkait plus bahasa nyinyir, sinis dan kasar yang kadang agak dipaksa nyambung.

Baca juga:  Jokowi Semakin Lemah, Posisi Prabowo di Ujung Tanduk

Jadi kalau buzzer terkesan tidak atau sok ilmiah masih dapat dimaklumi, yang menyedihkan adalah writer yang beralih profesi seperti buzzer, alih-alih mampu mencitrakan kekuatan esensi sebuah ulasan dengan ilmiah malah terkesan seperti tengah memendam amarah.

Ibarat prajurit bawa senjata tapi minim amunisi, begitulah Writer atau penulis yang sok merasa hebat menjadi bagian buzer medsos padahal penanya sudah
semakin berkarat, jadi tidak heran bila narasinya banyak tersesat…

Adian Radiatus