Kagaduhan Terulang Jelang Gelaran New Normal di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Nyaris dalam waktu tiga bulan terakhir ini saat kita bersama-sama sedang menghadapi wabah Covid-19 ini, dapat dikatakan kita tak bisa lepas dari yang namanya kegaduhan. Yang cukup disesalkan justru sumber kegaduhannya berasal dari pernyataan para pejabat publik itu sendiri. Alih-alih mereka bisa membuat suasana yang kondusif, malah sebaliknya mereka silih berganti selalu membuat kegaduhan lewat pernyataan-pernyataannya yang tak elok menyandang gelar sebagai pejabat publik.

Kini jelang wacana New Normal yang terkesan dipaksakan, dan tak lama lagi digulirkan dengan tidak lagi mempertimbangkan kondisi trend kurva penyebaran virus yang terus menaik, tiba-tiba muncul kegaduhan baru. Dua pernyataan terbaru dari salah seorang pejabat publik setingkat menteri yang tak urung membuat kegaduhan baru jelang gelaran wacana New Normal di antaranya, pertama, yang bersangkutan mengatakan kasus kematian akibat kecelakaan lalu lintas malah lebih tinggi dibandingkan kematian akibat Covid-19. Yang bersangkutan menambahkan pula bahwa angka kematian karena kecelakaan lalu lintas itu sembilan kali lebih banyak dari corona. Kedua, pernyataan yang bersangkutan yang menganologikan corona sebagai istri.

Pantas dan layakkah, jika seorang pejabat publik yang semestinya dapat menciptakan suasana yang kondusif pada saat masyarakat sedang dihadapkan pada kondisi yang tidak menentu ini malah mereka mengeluarkan pernyataan yang membuat suasana tambah runyam? Memang penilaian pantas dan layak bersifat relatif, sehingga kita tak dapat memaksakan kalau memang sudah menjadi karakter pribadi yang bersangkutan. Hanya saja masyarakat awam juga punya hak untuk menilai kepantasan dan kelayakan dari sisi pergaulan sosial kemasyarakatan.

Kita tentu tak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada pribadi atau sekelompok orang yang mengecam pernyataan yang bersangkutan yang berseliweran melalui media sosial. Tidak menutup kemungkinan mereka yang mengecam karena mereka merasa kasihan kepada yang bersangkutan, ko pejabat publik tingkat tinggi di negeri ini tak bisa menjaga lisannya.

Penulis sengaja tidak menyebutkan nama yang bersangkutan karena memang penulis tak ada urusan dengan pribadi yang bersangkutan. Yang menjadi sorotan penulis adalah pernyataannya yang mudah-mudahan secara umum dapat dijadikan pelajaran berharga bagi para pejabat publik umumnya untuk berhati-hati dalam setiap mengeluarkan pernyataan terlebih lagi di tengah pandemi covid-19 seperti saat ini.

Kita berharap kegaduhan teranyar ini menjadi kegaduhan terakhir, tidak ada lagi kegaduhan yang menyusul dari pejabat publik lainnya.