Perlukah Hari Kebangkitan Rasaonal di Tengah Pandemi Covid-19?

Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial

Tentu tak asing lagi bagi bangsa kita ini dengan yang namanya Hari Kebangkitan Nasional (HKN) yang diperingati setiap tanggal 20 Mei. Khusus untuk tahun ini selain HKN yang sudah kita kenal, seiring dengan menyebarnya wabah virus corona (Covid-19) layak pula kiranya kita perkenalkan istilah baru yakni Hari Kebangkitan Rasaonal (HKR)

Kenapa kita mesti memperkenalkan istilah baru HKR ini di tengah pandemi Covid-19? Kita tentu tahu bahwa virus corona ini selain dapat membunuh jasad manusia, juga dapat membunuh rasa kemanusiaan. Terbunuhnya rasa kemanusiaan ini adalah matinya hati nurani hingga mati rasa atau tuna rasa pada diri seseorang. Dimana yang bersangkutan sudah ‘mati rasa’ atau ‘tuna rasa’, hilang empatinya terhadap penderitaan orang lain.

Matinya hati nurani hingga mati rasa ini dampaknya akan sangat lebih luas jika melekat dalam diri para pemangku kebijakan. Menghadapi penyebaran wabah covid-19 yang telah menyebar ke seluruh dunia ini tidaklah pantas jika kebijakan yang dikeluarkan sering tumpang tindih kebijakannya, yang pada gilirannya tataran pelaksanaan di lapangan membingungkan. Satu sisi dinyatakan ada ‘pembatasan’, di sisi lain ada ‘pelonggaran’. Hal ini semestinya tidak harus terjadi jika fokusnya sama yakni menghadapi dan melawan penyebaran virus yang satu ini.

Jika kita kembali ke judul awal soal Hari Kebangkitan Rasaonal, tentu ‘mati rasa’ yang sudah menyebar dalam diri seorang pemangku kebijakan dalam menghadapi penyebaran wabah Covid-19 ini perlu dihidupkan dan dibangkitkan kembali. Sehingga menghadapi penyebaran virus yang satu ini dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan tidaklah menjadi polemik bahkan terkesan mencla-mencle, seperti pepatah jawa, “Esuk dhele sore tempe”, ketidakkonsistenan antara ucapan dan perbuatan pada saat yang lalu dengan beberapa waktu setelahnya.